BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kerangka Teoritis
1.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan,
dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang.
Sebagaimana Rasulullaah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa
manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat. Dalam keseluruhan
proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dari interaksi dari
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefenisikan sebagai berikut: “Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.[8]
Sejalan dengan pendapat tersebut Winkel menyatakan bahwa, “belajar
adalah suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan
dan berbekas”.[9]
Gage mendefenisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah
perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga Harold Spear mendefenisikan
belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru.[10]
Menurut Djamarah dan Zain bahwa, “belajar pada hakikatnya adalah perubahan
yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas
belajar. Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan termasuk kategori
belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.”[11] Sedangkan
menurut Syah mengemukakan bahwa, “ belajar pada hakikatnya merupakan proses
kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi psikomotor
dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucapkan”.[12]
Demikian juga dengan Sardiman menyatakan bahwa, “belajar itu
sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa,
ranah kognitif, afektif dan psikomotor”.[13]
Adapun ayat Al-Qur’an yang behubungan dengan alat-alat bersifat
psiko-fisik, yaitu dalam surat An-Nahl ayat 78 Allah berfirman:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«ø‹x© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noy‰Ï«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan
Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan af-idah (daya nalar), agar kamu
bersyukur”.[14]
Sedangkan menurut
Hamalik,
“Belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behavior trhough experiencing). Menurut
pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari
itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,
melainkan pengubahan kelakuan”.[15]
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang
untuk mencapai perubahan tingkah laku yaitu: perubahan dalam pengetahuannya,
kecakapannya, kemampuannya, dan daya kreasinya sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut unsur cipta,
rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam Islam, penekanan terhadap signifikansi fungsi kognitif
(aspek aqliah) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat penting untuk
belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qilun, yatafakkarun, yubshirun,
yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qur’an, merupakan bukti
betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu
pengetahuan.
Allah SWT. mewajibkan orang untuk
belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam
Az-Zumar ayat 9 yang berbunyi:
ö@è% ö@yd “ÈqtGó¡o„ tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ã©.x‹tGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ
Artinya: “Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya, hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.[16]
Demikian pentingnya arti daya nalar akal
dalam perspektif ajaran islam, terbukti dengan dikisahkannya penyesalan para
penghuni neraka karena keengganan dalam menggunakan akal mereka untuk
memikirkan peringatan Allah SWT salah satu diantarany adalah untuk tidak
mempersekutukan Allah SWT. Dalam surat Al-Mulk ayat 10 dikisahkan bahwa mereka
berkata:
(#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr& ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þ’Îû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$# ÇÊÉÈ
Artinya: “Dan mereka
berkata: Sekiranya kami mendengarkan dan memikirkan (peringatan Tuhan) niscaya
kami tidak termasuk para penghuni neraka yang menyala-nyala”.[17]
Dan
dengan berilmu (menggunakan akal atau belajar), manusia dapat kembali ke
fitrahnya yakni perjanjian yang telah diikrarkan ketika masih di dalam sulbi
nabi Adam as. Isi perjanjian tersebut di dalam surat Al-A’raf ayat 172 yang
berbunyi:
øŒÎ)ur x‹s{r& y7•/u‘ .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍ‘qßgàß öNåktJƒÍh‘èŒ öNèdy‰pkôr&ur #’n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4’n?t/ ¡ !$tRô‰Îgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x‹»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".
Selanjutnya dengan belajar Allah SWT.
Akan meninggikan derajat manusia sebgaimana di dalam surat Al-Mujadalah ayat 11yang
berbunyi:
Æìsùötƒ... ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4
Artinya: “...niscaya
Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang beriman dan berilmu”.[18]
Ayat-ayat di atas mejelaskan bahwa manusia dilahirkan tidak
memiliki pengetahuan apa-apa, oleh karena itu Allah SWT. memberikan
pendengaran, penglihatan, dan daya nalar. Agar manusia dapat berfikir atau
belajar memperoleh pengetahuan. Salah satu diantaranya yaitu memikirkan
peringatan Allah SWT. agar tidak termasuk penghuni neraka, dan manusia dapat
kembali ke fitrah.
Kemudian belajar memiliki peranan penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang
semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena
belajar. Dan belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar
memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan.
2.
Hakikat Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana, “hasil belajar adalah suatu
akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes
yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes
perbuatan”. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa “hasil belajar adalah suatu
perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi
juga membentuk kecakapan dan penghayatan
dalam diri pribadi individu yang belajar”[19]
Sedangkan
menurut Cullen mengatakan bahwa,
“Hasil belajar adalah hasil
yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata
pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil
belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk
mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian
merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan
yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas kemampuan peserta didik
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan”.[20]
Keller mengatakan:
“Hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas
belajar. Ini berarti bahwa besarnya usaha adalah indikator dari adanya
motivasi, sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang
dilakukan anak”.[21]
Hasil belajar juga dipengaruhi
oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tetang materi yang akan dipelajari.
Ini berarti guru perlu menetapkan tujuan belajar sesuai dengan kapasitas
intelegensi anak dan pecapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan
apersepsi, yaitu bahan yang dikuasai anak sebagai bantu loncatan untuk
menguasai bahan pelajaran baru. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh adanya
kesempatan yang diberikan kepada anak. Ini berarti bahwa guru perlu menyusun
rancangan dan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan anak bebas melakukan
eksplorasi terhadap lingkungannya.
Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
intruksional, menggunakan klarifikasi Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.[22]
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga
ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Maka dapat disimpulkan
bahwa, hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses
belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pengukuran terhadap apa yang telah dipelajari.
Hasil belajar dimanfaatkan untuk perbaikan atau penyempurnaan proses kegiatan
belajar dan mengajar. Apabila hasil belajar
telah diketahui maka dapat dilihat sejauh mana prestasi belajar yang
dicapai.
Ketiga ranah di atas
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam pelajaran merupakan tiga hal yang
secara perencanaan dan programatik terpisah, namun kenyataannya pada diri siswa
akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Karena semua itu bermuara
kepada anak didik, maka setelah terjadi proses internalisasi, terbentuklah
suatu kpribadian yang utuh. Dan untuk semua itu diperlukan sistem lingkungan
yang mendukung.
3.
Model Pembelajaran
Secara kaffah
model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
mempresentasikan suatu hal. Meyer, W.J., mengemukakan bahwa “Model adalah sesuatu yang
nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif”. Sedangkan
yang dimaksud dengan model pembelajaran ada beberapa pendapat, diantaranya:[23]
Joyce
mengemukakan bahwa,
“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Selanjutnya bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai”.
Joyce dan Weile menyatakan bahwa model pembelajaran
memiliki lima unsur dasar, yaitu (1) syntax, yaitu langkah-langkah
operasional pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, (3) principles
of reaction: menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang,
memperlakukan, dan merespon siswa, (4) support system: segala sarana,
bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan (5) instructional
dan nurturant effects: hasil belajar yang diperoleh langsung
berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil
belajar di luar yang disasar (nurturant effects).[24]
Adapun Soekamto menyatakan
maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Sedangkan Arends menyatakan,
“istilah model pengajaran mengarah pada satu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengolahannya.”[25]
Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang menyajikan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi)
tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus
memiliki pertimbangan-pertimbangan.
Model pembelajaran dapat
diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks (pola urutannya),
dan sifat lingkungannya. Sebagai contoh pengklarifikasian berdasarkan tujuan
adalah pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu
siswa mempelajari keterampilan dasar atau topik-topik yang berkaitan dengan
penggunaan alat. Tetapi ini tidak sesuai dengan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.
4.
Reciprocal Teaching
Reciprocal teaching
(pengajaran terbalik) pertama kali dikemukakan oleh Annemarie Palinscar dari
Universitas Michigan dan Ann Brown dari Universitas Illionis, USA pada tahun
1984.[26] Pengajaran
terbalik (reciprocal teaching) merupakan satu pendekatan terhadap
pengajaran siswa akan strategi-strategi belajar. Menurut Nur dan Wikandari bahwa “Reciprocal Teaching adalah
pendekatan konstruktivis yang berdasar pada prinsip-prinsip pembuatan/pengajuan
pertanyaan, dimana keterampilan-keterampilan metakognitif diajarkan melalui
pengajaran langsung dan pemodelan oleh guru untuk memperbaiki kinerja membaca
siswa yang pemahamannya rendah”.[27]
Soepraptojielwongsolo mengemukakan bahwa “Reciprocal Teaching
adalah strategi belajar melalui kegiatan mengajarkan teman. Pada strategi ini
siswa berperan sebagai “guru” menggantikan peran guru untuk mengajarkan
teman-temannya. Sementara itu, guru berperan sebagai model yang memberi contoh,
fasilitator yang memberikan kemudahan dan pembimbing yang melakukan scaffolding.
Scaffolding adalah bimbingan yang diberikan oleh orang yang lebih tahu
kepada orang yang belum tahu atau tidak tahu. Dengan pengajaran terbalik, guru
mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan
pengalaman belajar, melalui pemodelan perilaku tertentu kemudian membantu siswa
mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian
semangat, dukungan dan satu sistem scaffolding.[28]
Sedangkan menurut Palincsar dan Brown, bahwa:
“Strategi reciprocal teaching adalah pendekatan
konstruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan,
mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran, dan pemodelan oleh
guru untuk meningkatkan keterampilan membaca pada siswa yang berkemampuan
rendah. Reciprocal teaching adalah
prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada
siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami
bacaan dengan baik Dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman dan
pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi/
menjelaskan kembali, dan memprediksi materi lanjutan. Untuk mempelajari
strategi-strategi tersebut guru dan siswa membaca bahan pelajaran yang
ditugaskan di dalam kelompok kecil, guru memodelkan empat keterampilan tersebut
di atas”.[29]
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yamin bahwa, “mengajar menurut
kaum konstruktivistik bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa,
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya”.[30]Demikian
juga yang dikemukakan Wina Sanjaya bahwa: “konstruktivistik adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman”.[31]
Sejalan dengan itu, Asri Budiningsih menyatakan bahwa,
“Teori belajar
konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasikan informasi
ke dalam pikirannya, hanya pada konteks pengalaman dan pengetahuan mereka
sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa
mengkonstruksikan pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal”.[32]
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi
sesuai. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Guru tidak mentransferkan
pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membentu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Guru dituntut
untuk lebih memahami jalan fikiran atau cara pandang siswa dalam
belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah
yang sama atau sesuai dengan kemauannya.
Menurut Piaget
“mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi
terhadap skema yang sudah ada”.[33]
Proses Asimilasi terjadi ketika seseorang menggunakan skema yang mereka miliki
untuk memahami dunianya, sedangkan proses akomodasi terjadi ketika seseorang
harus merubah skema yang ada untuk merespon skema yang ada untuk merespon
situasi baru.
Riyanto mengemukakan
tetang tujuan konstruktivisme, yakni:
“ada beberapa tujuan yang
ingin diwujudkan, antara lain: 1) memotivasi siswa bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri; 2) mengembangkan kemampuan siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya; 3) membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap; 4) mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri”.[34]
Sejalan dengan itu, teori ini dapat menigkatkan pemahaman
matematika siswa, sebagaimana dinyatakan oleh Jhon A. Van De Wale,
bahwa:
“Teori yang paling luas
diterima, yang dikenal dengan teori
konstruktivisme, menyarankan bahwa anak-anak harus aktif dalam
mengembangkan pemahamannya. Teori konstruktivisme memberi kita wawasan tentang
bagaimana anak-anak belajar matematika dan membimbing kita untuk menggunakan
strategi pengajaran yang dimulai dengan memperhatikan kondisi anak-anak bukannya
memperhatikan kita sendiri”.[35]
Menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Trianto mengemukakan, bahwa:
“Prosedur pengajaran
terbalik dilakukan pertama-tama dengan guru menugaskan siswa membaca bacaan
dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian guru memodelkan empat keterampilan
(mengajukan pertanyaan, merangkum bacaan, mengklarifikasi, dan meramalkan apa
yang ditulis pada bagian bacaan berikutnya). Selanjutnya guru menunjuk seorang
siswa untuk menggantikan perannya sebagai guru dan bertindak sebagai pemimpin
diskusi dalam kelompok tesebut, dan guru beralih peran dalam kelompok tersebut
sebagai motivator, mediator, pelatih, dan memberi dukungan, umpan balik serta
semangat bagi siswa.”[36]
Berikut penjelasan dari empat keterampilan tersebut, yaitu:
a.
Bertanya
Strategi ini digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi
sejauhmana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Pembaca dalam hal ini siswa
mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada guru dan dirinya sendiri. Kebaikan
dari tahap ini adalah siswa dapat menentukan hal-hal yang ingin diketahui,
menumbuhkan minat , sekaligus berusaha memahami apa yang sedang dipelajari dan
dibaca. Tahap ini juga dapat memperkuat daya analisis siswa. Dengan
mempergunakan beberapa sumber/buku, siswa akan terbiasa membandingkan berbagai
informasi dari sumber yang berbeda-beda.
b.
Merangkum
Untuk tahap ini, tentu sudah jelas sekali yang paling
sederhana adalah meminta siswa untuk membuat ikhtisar dari teks bacaan yang telah dibaca dengan menggunakan bahasa sendiri. Dalam membuat rangkuman dibutuhkan kemampuan untuk dapat
membedakan hal-hal yang penting dan hal-hal yang tidak penting.
c.
Klarifikasi/
Menjelaskan
Dalam
suatu aktivitas membaca mungkin saja
seorang siswa menganggap pengucapan kata yang benar adalah hal yang terpenting
walaupun mereka tidak memahami makna dari kata-kata yang diucapkan tersebut.
Siswa diminta untuk mencerna makna dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang sulit
dipahami atau yang belum dikenal, apakah mereka memaknai maksud dari suatu
paragraf. Setelah dianggap pemahaman siswa cukup, guru lalu menunjukkan seorang
siswa menjadi “guru” untuk mengklarifikasi/menjelaskan kembali hasil pemahamannya
mengenai materi yang telah dibacanya di
depan kelas.
d.
Membuat
Prediksi
Pada tahap ini pembaca diajak untuk
melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan
informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam
mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi
yang sudah dimilikinya.
Prediksi
yang dibuat dapat berupa sebuah hipotesis atau gagasan aplikatif. Pembuktian
prediksi tidak harus dilakukan pada saat itu namun bisa saja pada kesempatan
lain. Hal ini akan memacu siswa untuk mencari jawaban atas kebenaran
prediksinya. Dengan demikian tahap ini akan membiasakan siswa meningkatkan rasa
ingin tahunya.
Tujuan dari Reciprocal Teaching adalah membantu siswa
dengan atau tanpa kehadiran guru, lebih aktif dalam memahami tulisan. Strategi
ini dipilih tidak hanya untuk memahami bacaan tetapi juga memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar memperhatikan
pembelajaran dan pemikiran mereka sendiri. Struktur dialog dan interaksi
anggota kelompok menghendaki partisipasi seluruh siswa dan memelihara hubungan
baru di antara siswa dengan perbedaan kemampuan.
Pembelajaran Reciprocal Tecahing atau pengajaran terbalik
terutama dikembangkan untuk membantu guru menggunakan dialog-dialog bersifat
kerja sama untuk mengajarkan pemahaman-pemahaman bacaan-bacaan secara mandiri
di kelas.
Kegiatan
belajar mengajar dalam pembelajaran Reciprocal Teaching mengarahkan guru untuk mengawasi siswa bekerja
secara pribadi maupun kelompok dalam mengumpulkan berbagai informasi yang
dibutuhkan sebagai bahan acuan dalam belajar. Dalam hal ini guru juga berusaha
untuk membangkitkan motivasi bagi siswa yang kurang mampu dalam mengakses
informasi tentang materi yang akan
dipelajari.
Selain itu, menurut Ruijter :
“Dalam proses pembelajaran Reciprocal
Teaching guru juga bertugas antara
lain: (a) memberi perhatian pada keaktifan kelompok selama pelakasanaan
kegiatan diskusi; (b) memilah batasan tugas yang akan dipecahkan oleh siswa menyediakan
bahan-bahan pelengkap untuk membangkitkan motivasi belajar siswa; (c) memberi petunujuk-petunjuk
kepada siswa dalam memecahkan masalah; (d) memeriksa hasil diagnosa (prediksi)
yang disusun oleh siswa; (e) membantu siswa menyimpulkan hasil diagnosa yang
diperolehnya”.[37]
5.
Langkah-Langkah
Pembelajaran Reciprocal Teaching
Rancangan pelaksanaan reciprocal teaching sehari-hari adalah
mengikuti prosedur, yaitu.[38]
a.
Sediakan
teks bacaan yang akan diajarkan pada hari itu.
b. Jelaskan bahwa Anda akan bertindak sebagai guru untuk bagian
pertama bacaan.
c.
Siswa
diminta untuk membaca dalam hati bagian bacaan yang telah ditetapkan.
d. Ketika siswa selesai membaca bagian pertama, lakukan pemodelan
berikut:
· Pertanyaan yang saya perkirakan akan ditanyakan guru
adalah......................
· Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, siswa membuat rangkuman
dari informasi yang telah dibaca. Apabila perlu, mereka boleh mengacu pada teks
bacaan. Saya akan merangkum informasi penting di dalam bacaan sebagai
berikut..........................................................................................................
· Ketika saya membaca bahan bacaan ini saya menemukan hal-hal yang
kurang jelas, yaitu sebagai
berikut....................................................................
· Untuk mengklarifikasi hal-hal tersebut saya mencari dari bahan
bacaan lain, atau bertanya kepada narasumber lain sebagai
berikut.....................................
e.
Undang
siswa untuk membuat komentar tentang pengajaran Anda dan bacaan itu, sebagai
contoh:
· Apakah ada informasi yang lain?
· Apakah ada yang memiliki prediksi lain untuk ditambahkan pada
prediksi saya?
· Apa ada yang menemukan sesuatu yang lain yang membingungkan?
f.
Tugaskan
bagian bacaan berikutnya untuk dibaca dalam hati. Pilih seorang siswa untuk
berperan sebagai guru untuk bagian ini.
g. Latihlah siswa untuk dapat berperan seperti guru dalam kegiatan ini, doronglah siswa lain untuk
berperan lebih aktif di dalam dialog dan sebagainya.
6.
Materi Ajar
STATISTIKA
Statistika
adalah ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan data, penyajian data,
perhitungan atau pengolahan data, serta penarikan kesimpulan berdasarkan data
yang diperoleh.[39]
Statistik diperoleh dari perhitungan atau pengolahan terhadap data yang
dicatat. Statistik yang lengkap akan menjadi informasi yang berguna bagi banyak
pihak. Umumnya statistik disajikan dalam bentuk tabel dan diagram agar mudah
untuk dibaca, dipahami, dan lebih mudah dianalisis.
v Menyajikan Data
1. Data Kuantitatif dan Kualitatif
Data adalah
kumpulan keterangan atau informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan.
Berdasarkan nilainya dapat digolongkan menjadi data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kauntitatif adalah data yang berupa bilangan. Sedangkan data
kulalitatif adalah data yang bukan berupa bilangan.
Diagram
jeis-jenis data dapat disajikan sebagai berikut:[40]
2. Populasi dan Sampel
Populasi
adalah seluruh objek yang menjadi sasaran penelitian atau pengamatan dan
memilki sifat-sifat yang sama. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi
yang diambil untuk dijadikan objek pengamatan langsung dan dijadikan dasar
dalam pengambilan kesimpulan.
3. Penyajian Data
Untuk
memudahkan membaca data, maka data bidang disajikan dalam beberapa bentuk.
Misalnya, tabel, diagram batang, diagram garis, dan diagram lingkaran. Berikut
penjelasannya:[41]
ü Tabel: menyajikan data dalam bentuk kolom dan baris.
ü Diagram batang: suatu diagram yang dalam penyajiannya menggunakan
batang atau balok, biasanya digunakan untuk kategori.
Contoh, berikut ini
adalah data tentang jenis olahraga favorit dari 100 siswa.
ü Diagram garis: suatu diagram yang dalam penyajiannya menggunakan
garis, dan biasanya digunakan untuk menyajikan data yang berkesinambungan atau berkala.
Contoh: Berikut besar
pendapatan sebuah warung selama satu minggu.
ü Diagram lingkaran: suatu diagram yang dalam penyajiannya
menggunakan lingkaran. Lingkaran itu dibagi menjadi sektor-sektor atau
juring-juring.
Contoh: Komposisi
penduduk kota X disajikan dengan diagram lingkaran sebagai berikut.
v Ukuran Pemusatan
1. Mean
Mean atau nilai rata-rata dari sekumpulan data
didefenisikan sebagai jumlah seluruh datum dibagi dengan banyak datum.
2. Median
Median adalah
nilai tengah dari data yang telah diurutkan dari data terkecil sampai terbesar,
median sering dinotasikan
. Jika banyaknya data
ganjil, mediannya adalah nilai yang terletak ditengah-tengah setelah data
diurutkan dan membagi data menjadi dua bagian yang sama banyak.
Jika banyaknya data genap,
mediannya adalah nilai rataan dari dua data yang terletak di tengah data
setelah diurutkan.
3. Modus : nilai dari data yang sering
muncul atau mempunyai frekuensi tertinggi.
7.
Penerapan Reciprocal Teaching pada Statistika
a.
Bertanya
Setelah
bahan teks bacaan diberikan, ini dapat berupa teks mengenai konsep yang ingin
diajarkan sekaligus berisi soal yang harus diselesaikan. Pada contoh ini,
misalnya teks mengenai Statistika. Strategi bertanya ini digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi
sejauhmana pemahaman pembaca terhadap bahan bacaan. Jadi guru mengajarkan siswa untuk bertanya
pada dirinya sendiri. Contoh pertanyaannya sebagai beikut:
“Apakah saya sudah memahami istilah-istilah dalam statistika?”
“Dari semua definisi yang diberikan, adakah definisi yang
belum saya fahami?”
“Konsep apa yang paling mudah dan paling sulit dipahami
dari topik Statistika ini?”
Sedangkan berkaitan dengan penyelesaian soal di atas,
dapat diajukan pertanyaan sebagai berikut:
“Apakah saya sudah paham langkah-langkah menyelesaikan soal
tersebut?”
“Apakah jawaban saya ini sudah benar?”
“Apakah langkah-langkah yang saya lakukan ini sudah
tepat?”
“Adakah cara lain untuk menyelesaikan soal
tersebut?”
b.
Membuat Rangkuman
Untuk tahap ini, tentu sudah jelas sekali yang paling
sederhana adalah meminta siswa untuk membuat ikhtisar dari proses pembelajaran
yang berlangsung beserta hasilnya menggunakan bahasa sendiri.
“Konsep baru apa saja yang kita pelajari dalam topik Statistika ini?”
“Dapatkah saya menjelaskan konsep-konsep tersebut dengan
bahasa saya sendiri?”
“Dapatkah saya menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep ini?”
c.
Klarifikasi
Pada tahap ini, Siswa diminta untuk mencerna makna dari kata-kata
atau kalimat-kalimat yang tidak familier. Maka dibuat pertanyaan apakah mereka
mengerti arti kata atau konsep baru dalam teks tersebut, misalnya,
“Jadi apa yang dimaksud dengan data dan datum dalam teks ini?”
Karena
dalam matematika suatu konsep yang diwakili oleh satu kata dapat memiliki
pengertian yang cukup luas, ini berkaitan dengan definisi, sehingga pada tahap
klarifikasi ini harus dicek apakah semua konsep baru dalam topik statistika
sudah dipahami pengertiannya oleh siswa. Pada langkah pertama ini perlu dicek apakah
siswa sudah memahami kata-kata, kalimat-kalimat atau konsep-konsep dalam soal
tersebut. Setelah dianggap pemahaman siswa cukup, guru lalu menunjukkan
seorang siswa menjadi “guru” untuk mengklarifikasi/menjelaskan kembali hasil
pemahamannya mengenai materi yang telah
dibacanya di depan kelas.
d.
Prediksi
Pada tahap ini pembaca diajak untuk
melibatkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dahulu untuk digabungkan dengan
informasi yang diperoleh dari teks yang dibaca untuk kemudian digunakan dalam
mengimajinasikan kemungkinan yang akan terjadi berdasar atas gabungan informasi
yang sudah dimilikinya. Dari uraian tersebut, jelas diketahui bahwa pada tahap
ini diharapkan terjadi koneksi antara konsep yang baru dipelajarinya dengan
yang sudah dimilikinya. Misalnya, konsep tabung .
Contoh pertanyaannya,
“Bila yang diketahui rata-rata dari data dan nilai
dari sebagian datum, hanya satu datum yang tidak diketahui , jadi bagaimana pula menentukan salah satu datum tersebut?”
Berkaitan dengan soal yang diberikan pada tahap prediksi
dapat diajukan pertanyaan berikut:
“Kira-kira langkah apa yang pertama kali harus dilakukan?”
B.
Penelitian yang Relevan
Peneliti
menemukan sebuah penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang dilakukan
peneliti, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Henny Putri Ayu Lestari seorang
mahasiswi UNIMED, berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
melalui Pembelajaran Reciprocal Teaching pada Pokok Bahasan Bangun Datar
di Kelas XI SMK Pemda Lubuk Pakam Tahun Ajaran 2009/2010”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran reciprocal teaching efektif untuk meningkatkan hasil belajar.
Dari
penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dengan penellitian yang
akan penelliti lakukan. Peneliti akan melakukan penelitian tentang upaya
meningkatkan hasil belajar melalui reciprocal teaching pada pokok
bahasan statistika di IX MTs. S Mu’allimin Univa Medan.
C.
Kerangka Berfikir
Reciprocal teaching merupakan
suatu pendekatan mengajar yang
berorientasi pada siswa. Dalam kegiatan reciprocal teaching ini, Terdapat suatu
kegiatan yang dinamakan dengan scaffolding, yaitu membimbing orang yang
belum tahu oleh orang yang tahu. Itulah yang akan dilakukan oleh siswa
nantinya, yaitu siswa yang mengetahui materi dengan baik mengajari siswa
lainnya yang belum mengetahui materi dengan baik. Karena yang melakukan tugas
mengajar adalah siswa, maka siswa akan mengajarkan materi kepada siswa lain
layaknya seorang guru. Sedangkan guru hanya bertugas sebagai fasilitator saja.
Namun banyak guru yang masih menggunakan metode konvensional dalam mengajar,
yang membuat siswa hanya belajar dari apa yang diajarkan oleh guru saja. Siswa juga
menjadi pasif sehingga membuat siswa tidak bersemangat untuk belajar.
Dalam
reciprocal teaching ini, siswa akan menjadi lebih aktif, karena selain
yang menyampaikan materinya adalah siswa, siswa lain yang memperhatikan materi
yang disampaikan oleh temannya juga aktif. Mereka akan membuat pertanyaan, merangkum
materi, membuat klarifikasi/menjelaskan, dan memprediksi. Siswa juga tidak akan
sungkan untuk bertanya apa yang tidak diketahuinnya, karena guru di dalam kelas
itu sekarang adalah temannya sendiri. Sehingga, siswa akan lebih mudah untuk
memahami materi dengan baik. Apabila materi yang disampaikan sudah dapat dipahami
dengan baik oleh siswa, maka hasil belajar siswa akan menjadi baik pula.
D.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian
tindakan kelas yang diajukan adalah sebagai berikut.
Melalui penerapan pembelajaran berbalik (Reciprocal Teaching) maka hasil belajar siswa IX MTs. S Mu’allimin
Univa Medan pada pokok bahasan Statistika dapat ditingkatkan.
[8] Slmeto,
op.cit., h. 2
[9] Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), h. 5
[10] Martinis Yamin, Paradigma
Pendidikan Konstruktivistik (Jakarta: Gaung Persada Pers, 2008), h.122
[11] Djamarah dan Zain, Strategi
Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 38
[12] Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 71
[13] Sardiman A.M., Interaksi & Motovasi Belajar Mengajar
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 21
[14] Syah, op.cit.,
h. 88
[15] Oemar Hamalik, Proses
Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 27
[16] Syah, op.cit.,
h. 86
[17] Syah, op.cit.,
h. 88
[19] Kunandar, Langkah Mudah
Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembang Profesi Guru (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 276
[20] Kunandar, op.cit.,
h. 277
[22] Nana Sudjana, Penilaian
hasil dan Proses Belajar Mengajar
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 22
[24] I Wayan Santyasa, Model-Model
Pembelajaran Inovatif. h. 7. 2007. (http://www.scribd.com/doc/51731219/Model-Model-Pembelajaran-Inovatif).
[26] Rusmin Sianipar, Penerapan
Pendekatan Reciprocal Teachig untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif
Siswa pada Pokok Bahasan Lingkaran di Kelas XI SMA Negeri 1 Kualuh Selatan T.P.
2009/2010, (Medan: Perpustakaan UNIMED 2010), h. 9, t.d.
[27] Trianto, op.cit.,
h. 173
[29] Devi
Ramadhani Srg, Penerapan Model Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kreatif Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Binjai T.A.
2009/2010 pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok, skripsi
Sarjana Pendidikan, (Medan: Perpustakaan UNIMED 2010), h. 16, t.d.
[30]Yamin, op.cit,
h. 3
[31] Sanjaya, op.cit.,
h. 264
[32] C. Asri Budininsih,
Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 61
[33] Sanjaya, op.cit.,
h. 124
[34] Riyanto, op.cit.,
h. 147
[36] Trianto, op.cit.,
h. 173
[37] Ramadhani
, op.cit., h. 19
[39] Nurjanah,
Rangkuman Matematika SMP (Jakarta: GagasMedia, 2009), h. 190
[40] Suryadi dan Purwanto, Statistika
(Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar