Halaman

Rabu, 15 Januari 2025

URGENSI MEMELIHARA MALU

 

 

MAKALAH

 

URGENSI MEMELIHARA RASA MALU

Untuk Melengkapi Tugas Akhir Kelas XII

 

 

 


 

 

 

 

          Penulis                           : SRI WAHYUNI SIREGAR

 

Pembimbing                   : USTAZAH ANITA SORAYA

 

 

 

 

 

 

SMA SWASTA DARUL MUKHLISIN

Jl. Family No.1 Desa Tanjung Karang Kec. Karang Baru

ACEH TAMIANG T. A 2023/2024



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melampirkan begitu banyak rahmat, cinta , serta nikmat kepada kita. Sehingga , kita masih diberi kesempatan untuk belajar banyak dari semua peristiwa dan keadaan disekitar kita. Shalawat berangkaiakan salam kepada baginda Nabi besar kita yaitu Muhammad , seorang teladan yang baik serta seorang yang sangat bijaksana dan segalanya . yang telah membawa ummat muslim dari jaman kebodohan kejaman yang sangat berilmu pengetahuan yang saat ini kita alami.

Diantara beberapa faktor yang menyebabkan penulis untuk menyusun karya tulis ini yang berjudul “ Urgensi Memelihara Rasa Malu” disusun sebagi salah satu untuk menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren Darul Mukhlisin dalam proses pembuatan karya tulis ini penulis telah mendapat banyak bimibingan dan bantuan dari berbagai pihak , baik berupa materi maupun informasi.

 Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terimakasih :

1.      Kepada orang tua penulis ayah dan ibu yang telah memebesarkan dengan penuh kasih sayang dan cinta serta selalu  memberi yang terbaik kepada penulis, juga kepada  enam saudara penulis yaitu , bang darhot, kak ratih yang menjadi wali sementara selama penulis jauh dari rumah serta yang teramat penulis cintai dan sayangi  yang telah banyak membantu penulis dan kedua orangtua dalam hal apapun, melalui do’a dan dukungan serta motivasi, kak hasanah yang membantu ayah dan ibu dirumah berjualan serta membayar uang wadaan penulis dal hal yang lain , bang hanafi, kak ratmi yang juga ikut membantu ayah dan ibu dirumah berjualan , bang amri yang telah menjadi salah satu motivator penulis masuk pondok dan selalu memberikan yang terbaik kepada penulis dalam segala hal.  Dan penulis mengucapakan kepada seluruh anggota keluarga terimakasih banyak karena telah memberikan kasih sayang serta cinta mereka kepda penulis yang telah menempatkan ketempat yang benar.

2.      Ustadz Rasyidin pinim , S.pdi. M.pd selaku mudhirul ma’had yang telah banyak memberikan pengarahan dan nasihat kepada penulis.

3.      Ustadz Mahmuri , M.Pd.I  selaku kepala sekolah SMA yang berusaha keras demi kami murid-murid beliau.

4.      Ustadzah Siti halijah, S.pd selaku ketua kesantrian yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk para santriwati.

5.      Ustadzah  Annisa maimanah S.pd sebagai wali kelas yang telah banyak memberikan nasihat serta pengarahan , motivasi dan semangat yang banyak kepada penulis dan teman-teman seperjuangan.

6.      Ustadzah Anita soraya sebagai pembimbing penulis dalam melakukan penulisan karya tulis ini, yang mana beliau telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan perbaikan pada karya tulis ini. Sekali lagi terimakasih banyak karena telah membimbing penulis dalam karya tulis ini.

7.      Pada teman-teman seperjuangan penulis kelas  XII angkatan 15 yang telah mewarnai hidup penulis selama di ma’had ini berusaha belajar dengan giat semoga kita dapat dipertemukan kembali di jannah Q subhanallah wata’ala.

8.      Seluruh adik yang ada dikamar as-syifa’, namira ,sauasan, nalia, syifa, mahrin, vita,fairuz, arida, mutia, naura. Yang selalu patuh kepada penulis , adik-adik yang baik budi  terimakasih .

9.       Dan unutuk semua orang yang telah hadir di dalam kehidupan penulis.

Penulis sadar dalam pembuatan karya tulis ini banyak kesalahan , kekuranga dan kejanggalan yang merupakan keteledoran penulis. Maka itu harapan penulis agar para koreksi besar bagi penulis dan akhirnya bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca dan kaum muslim umumnya.




BAB I

(  Pendahuluan )

 

A.    Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang mengajarkan pengikutnya untuk selalu berakhlak baik. Islam juga sangat peduli pada setiap hal yang berhubungan dengan perangai dan moralitas, salah satu bentuk ajaran akhlak yang baik di dalam islam adalah sikap malu. Sikap malu adalah salah satu sifat yang harus dimiliki setiap ummat islam , karena malu adalah salah satu dari 60 lebih cabang iman. Rasa malu adalah suatu sifat yang ada dalam hati atau jiwa manusia ,yang mendorongnnya melakukan suatu kebaikan , kebajikan dan ketaatan serta mencegahnya dari perilaku yang buruk dan tercela yang memalukan seperti , perzianaan dan perselimgkuhan yang sudah menjadi hal yang biasa di zaman ini. Dan diranah lain , kriminalitas dan perilaku keji manusia semakin banyak seperti , pembunuhan, penganiayaan, penipuan , pencurian , pelecehan sesksual dan tindak kriminal lainnya. Oleh sebab itu , di dalam islam sangat penting untuk memelihara  serta memiliki rasa malu dikarenakan malu adalah sebagian dari iman dan malu adalah bagian utama dari seluruh bahan iman, seperti sabda Rasulullah : “ Dan , rasa malu merupakan satu bagian penting dari keimanan”

 Terlebih khususnya bagi seorang muslimah , rasa malu haruslah ada pada dirinya. Sebab apabila seorang muslimah telah hilang rasa malunya, maka akan mengakibatkan rusaknya peradaban dan generasi-generasi selanjutnya. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah : “ Jika kita hendak melihat suatu negeri maka lihatlah wanita-wanitanya. Apabila wanita-wanita didalamnya baik akhlak dan perangainya maka baik pulalah negeri tersebut , begitu pula sebaliknya. Apabila rusak akhlak dan perangainya maka rusak pulalah negeri tersebut.” Maka dari itu kunci segalanya adalah ketika seorang wanita dapat menjaga iffahnya , maka ia dapat melestarikan peradaban di dalam dirinya , bukan hanya didalam diri namun juga untuk negerinya, karena itu juga menjadi wisalah yang menjadikan suatu negeri ataubidaknya. Di dalam hadist mengungkapkan  bahwa jika seorang wanita memiliki rasa malu itu lebih baik dari seorang laki-laki yang memilikinya.

Dari fathimah nashif berkata, “ jika rasa malu yang terdapat dalam diri laki-laki dinilai baik, maka akan lebih baik lagi jika ia terdapat dalam diri perempuan. Jika rasa malu dinilai meiliki keutamaan dalam diri laki-laki , maka sesungguhnya ia lebih mulia jik terdapat dalam diri perempuan. Karena rasa malu itu akan memberikan tambahan perhiasan dan keindahan bagi permpuan , menjadikannya lebih dicintai dan disukai. Ciri-ciri kebaikan dalam diri perempuan adalah rasa malu. Ciri-ciri keburukan dalam dirinya adalah tidak punya rasa malu. Rasa malu itu merupakan pelindung  keutamaan yang selalu siaga. Ia adalah penjaga yang bisa dipercaya. Ia tidak mengizinkan siapa pun untu merusak kehormatannya atau melewati batas area kekuasaanya. Ia adalah yang mengahalangi keburukan menempati keutamaan. Bahakan, ia bisa menjauhkan jarak diantara kebaikan dan keburukan dengan segenap kekuatan dan hati.”

 

B.     Rumusan Masalah

ü   Apa urgensi dari memelihara rasa malu bagi seorang muslim ?

ü  Bagaimana cara islam dalam memelihar rasa malu

ü  Apa dampak ditimbulkan apablia tidak memelihara rasa malu ?

C.    Tujuan Penulisan

·         Untuk mengetahui Pengertian Tentang Rasa Malu.

·         Untuk mengetahui Urgensi dari Memelihara Rasa Malu bagi Seorang Muslimah.

·         Untuk mengetahui Dampak  Buruk dari Tidak Memelihara Rsa Malu.

·          Untuk mengetahui Bagaimana Cara Islam dalam Memelihara Rasa Malu.

D.    Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                             BAB II

( Pembahasan )

 

A.  Pengertian Malu

Islam sangat menjunjung tinggi rasa malu, bahkan mengharuskan para pengikutnya untuk memilikinya, karena malu adalah salah satu cabang  keimanan , sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم  : الحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ . Dalam hadits  tersebut, Rasulullah صلى الله عليه وسلم  mengatakan bahwa “Rasa malu  adalah sebagian dari iman” artinya rasa malu salah satu budi pekerti yang dituntun islam untuk dimiliki untuk setiap pemeluknya, karena rasa malu adalah suatu akhlak yang yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan hak orang lain.

Nabi صلى الله عليه وسلم   bersabda, “Iman mempunyai enam puluh lebih cabang, malu adalah salah satu cabangnya.”  (H.R. Bukhari no.9, H.R Muslim no. 151, dan H. R, Abu Daud no. 4676). [1] Ini menunjukkan bahwa malu akan menuntunmu kepada enam puluh lebih cabang lainnya. Jika engkau malu cabang iman yang lain akan mengiringmu. Malu adalah bagian utama dari seluruh bahan iman,

الحياء (malu) berasal dari bahasa arab yang artinya “hidup”. Maksud الحياء (kehidupan) di sini adalah kehidupan dunia dan akhirat. Karena itu, siapa yang tidak memiliki malu berarti dia mati di dunia dan sengsara di akhirat. Beberapa ahli retorika Arab (Balaghah) mengatakan, “Raut wajah seseorang yang selalu dihiasi rasa malu, laksana kebun yang tumbuh subur karena siraman air.” [2]

Malu berarti terkendalinya jiwa. Yakni, ia tidak bisa melakukan perbuatan tercela atau sesuatu yang buruk. Rasa malu, atau الحياء dalam bahasa Arab, didefenisikan sebagai suatu sifat yang ada dalam hati atau jiwa manusia, yang mendorongnya untuk melakukan kebaikan , kebajikan dan ketaatan, serta mencegahnya dari prilaku buruk, tecela, dan memalukan.[3] Jadi, seorang pemalu tidak  bisa melihat dirinya hina dihadapan Allah تعالى, di hadapan manusia, atau di hadapan dirinya sendiri.

Nabi صلى الله عليه وسلم   , bersabda, “Setiap agama mempunyai akhlak. Dan akhlak Islam adalah malu”. (H.R. Ibnu Majah no. 4181). Ini tidak berarti dalam Islam hanya ada akhlak malu. Namun, akhlak islam paling sempurna adalah rasa malu.

Al Junaidi berkata, “Rasa malu merupakan gabungan dari pandangan seorang terhadap kenikmatan dan kelalaian. Dari keduanya akan muncul suatu sifat disebut dengan malu. Pada hakikatnya malu itu adalah suatu sifat yang mendorong manusia untuk meninggalkan keburukan, mencegah dirinya dari perbuatan yang bisa merugikan orang lain.”

Rasulullah صلى الله عليه وسلم   juga bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim:

الحَيَاءُوَالإِيمَانُ فُرَنَاءُ جَمِيعًا، فَإِذَ رُفِعَ احدُهما رُفِعَ الآخُرُ

“Malu dan iman itu dua hal yang saling berhubungan, apabila salah satu diangkat maka yang lainnya pun diangkat”. (H.R. Hakim dan dishahihkan sesuai dengan syarat muslim : ½).

Ma’bad al Juhani mengomentari tentang firman Allah :

يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ٢٦

 yang artinya “Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (al-A’raf [7]: 26). Dia berkata, “Baju takwa adalah malu”. Oleh karena itu Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Malu lebih ringan dari takwa dan seorang hamba tidak akan takut (takwa) hingga ia memiliki rasa malu. Bukanlah ahli takwa masuk ke dalam ‘rumah ketakwaan’ melalui pintu malu?.” [4]

Sifat malu juga memiliki lawan yaitu sifat keji. Sifat keji adalah sifat yang buruk dan dalam perkataan dan perbuatan ,serta kasar dalam berbicara sifat seperti itu adalah sifat seorang penghuni neraka seperti yang disabdakan Rasulullah :

الحَيَاءُمِنَ الْاِيْمَانِ،وَالْاِيْمَانُ فِي الجَنَّةِ، وَالِبدَاءُمِنَ الجَفَاءِ، وَالجَفَاءُفَي النَّا رِ                                              

“ Malu itu bagian dari iman, dan (ahli) iman itu masuk syurga, dan sifat tidak  malu itu bagian dari kekejian dan (ahli) keji itu masuk neraka”. (HR.Muslim dan Imam Ahmad)

Dan oleh sebab itu sangat penting bagi setiap ummat muslim untuk memelihara rasa malunya . Dikarenakan betapa besar dampak posotif dari memelihara  rasa malu, dampak itu bukan hanya berguna bagi orang yang memeliharanya, namun juga berdampak baik  bagi orang – orang dan lingkungan di sekitarnya.

 

 Perbedaan malu dengan minder.

Banyak orang yang mengira bahwa malu artinya rendah diri dan minder. Sejatinya, antara minder dan malu sangat berbeda. Minder didefenisikan oleh para psikolog sebagai kebingungan yang muncul pada diri manusiasebagai akibat dari situasi tertentu. Minsalnya ketika guru bertanya pada murid. Murid tersebut minder dan tidak bisa memaparkan pandangannya secara jelas. Minder bersumber dari sifat pengecut dan dari rasa takut. Pribadi minder adalah pribadi lemah, yang tidak mengetahui nilai dirinya. Sedangkan malu bersumber dari pribadi yang kuat, pribadi yang menyadari nilai dirinya. Pribadi mulia yang enggan melakukan perbuatan tercela.[5]

 

B.  Jenis-jenis Malu

& Malu tabiat (Jibilli)

Sifat malu jibilli merupakan fitrah yang telah Allah Ta’ala anugrahkan pada manusia, bersifat natural dan menjadi sifat dasar yang melekat pada manusia, serta tidak bisa diusahakan. Contoh malu fitrah adalah seperti seseorang yang merasa malu bila aurat vitalnya tersingkap atau terbuka. Rasa malu ini pernah menimpa Adam dan Hawa pada saat aurat mereka terbuka. Kemudian mereka berdua segera menutupinya dengan dedaunan. Sebagaimana firman Allah Subhana wa ta’ala pada surah Thaha [20] ayat 121, yang artinya:

فَأَكَلَا مِنۡهَا فَبَدَتۡ لَهُمَا سَوۡءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخۡصِفَانِ عَلَيۡهِمَا مِن وَرَقِ ٱلۡجَنَّةِۚ وَعَصَىٰٓ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ ١٢١

“Dan maka keduanya memakan buah dari pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan dedaunan surga, dan telah durhakalah Adam pada Tuhan dan sesatlah ia.”

& Malu Ikhtiyar (Kasbi)

Malu kasbi yaitu suatu sifat yang muncul karena usahanya seorang hamba dalam mengenal Allah, kedekatan hubungannya dengan-Nya, ketekunan ibadahnya, pengetahuannya tentang orang-orang yang khianat dan hal-hal yang disembunyikan oleh mereka.[6]

Imam ibnu al-Qayim al-Jauziyyah membagi sifat malu menjadi sepuluh macam[7] ;

1.      Malu karena berbuat kejahatan.

Maksudnya adalah rasa malu orang yang melakukan maksiat. Seperti rasa malu yang dimiliki Nabi Adam a.s. ketika dia lari ketakutan di dalam surga, Allah bertanya kepadanya,’’ Hai Adam, apakah kamu lari karena takut kepada-Ku?” Adam menjawab,’’Sama sekali tidak wahai Tuhanku! Akan tetapi, aku malu kepada-Mu”.

2.      Malu karena lalai dalam menjalankan ibadah.

Maksudnya adalah rasa malu orang yang tidak menyembah Allah Subhana wa Ta’ala secara sempurna. Sebagaimana malunya para malaikat yang selalu bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Kemudian saat Hari Kiamat tiba, mereka berkata, “Mahasuci Engkau Tuhan, kami tidak dapat menyembah-Mu dengan bentuk ibadah yang paling sempurna”.

Setiap kali ketaatanmu pada Allah bertambah, pasti engkau bertambah malu kepada-Nya. Setiap kali imanmu bertambah, pasti engkau bertambah malu padaNya. Karena merasa malu karena lalai tidak akan pernah berakhir.

3.      Malu yang diperoleh karena penghargaan kepada seorang hamba atau disebut juga dengan ‘Malu makrifat’. Jenis malu ini sangat bergantung pada sejauh mana makrifat seorang hamba terhadap Tuhannya .

4.      Malu yang timbul dari sifat kemurahan hati.

Seperti malunya Nabi Muhammad ketika menjamu kaum yang diundang untuk menghadiri resepsi pernikahannya dengan Sayyidah Zainab. Saat itu, mereka berlama-lama duduk dan menghabiskan waktu di dalam rumah Nabi, hingga Beliau berdiri dan malu untuk berkata kepada mereka,” Beranjakklah kalian dari sini”.

5.      Malu karena ada hubungan keluarga.

Sebagaimana yang dialami oleh sahabat ‘Ali bin Abi Thalib ketika dia bertanya kepada Rasulullah tentang  madzi ( cairan yang keluar dari kemaluan ). Dia merasa malu karena kedudukan putri beliau (Sayyidah Fathimah ) yang menjadi istrinya.

6.      Malu karena merasa hina.

Seperti rasa malu seorang hamba kepada Tuahan ketika meminta agar segala permohonananya dikabulkan, dengan penuh kerendahan diri dihadapan-Nya .

7.      Malu didasarkan karena cinta.

Maksudnya adalah rasa malu seseorang  kepada orang yang dicintainya. Bahkan sekalipun tidak sedang bersama kekasihnya. Maka rasa malu itu tetap bergejolak di dalam hatinya dan terbesit di wajahnya, sementara dia tidakmenyadari apa yang menyebabkan dia merasakan seperti itu.

Diantara bentuk rasa malu Rasulullah saw karena cintanya kepada Allah , beliau berdoa,

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ  أَحَبَّكَ وَحُبَّ مَلٍ يُقَرِّبُنِي إلَى حُبِّكَ

“Ya Allah, berilah aku karunia mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu, serta mencintai amal yang bisa mendekatkan ku pada cinta-Mu.” (HR. Al-tirmidzi [hadis no. 3491] ).[8]

8.      Malu dalam hal beribadah kepada Allah. Yaitu merupakan penggabungan dari rasa cinta, takut, dan pengakuan seoranng hamba akan ibadahnya yang tidak pantas dipersembahkan kepada-Nya. Kedudukan Allah jauh lebih mulia dan agurng dari pada ibadah yang dilakukannya. Rasa malu seorang hamba yang selalu mendengara dan tunduk pada Tuhannya serta tidak menolak perintah-Nya.

Ini rasa malu yang ditunjukkan Nabi صلى الله عليه وسلم , ketika kiblat mengarah ke Baitul  Maqdis. Sementara Nabi صلى الله عليه وسلم    menghendaki kiblat tersebut mengarah ke Ka’bah, apakah beliau berkata, “ Ya Allah, ubahlah arah kiblat ini?” Tidak. Demikianlah rasa malu seorang hamba. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman. “ kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit”. [9]

9.      Malu karena kedudukan yang disandangnya. Ia muncul pada saat seseorang ssssmelakukan sesuatu, baik berupa pengorbanan, amal kebajikan, maupun sedekah namun dia gagal. Dengan demikian, dia akan merasa malu karena kehormatan yang disandangnya, namun dia tidak mampu melakukan sesuatu yang diinginkan orang lain.

10.  Rasa malu seseorang kepada dirinya sendiri, merupakan rasa malu yang dimiliki oleh jiwa yang mulia, terhormat, dan tinggi kedudukannya. Seolah-olah memiliki dua jiwa, yang mana salah satu dari keduanya merasa malu kepada yang lainnya. Jenis rasa malu inilah yang paling sempurna. Jika seorang pada dirinya saja merasa malu, apalagi kepada orang lain”. [10]

Dalam buku Buku Pintar Akhlak, karya Dr. Amr Khaled (seorang motivator muslim dunia) membagi malu menjadi 6 jenis, 2 di antaranya yaitu:

1.      Malu karena merasakan nikmat Allah padamu. Malu ini bersumber dari perasaanmu bahawa berbagai nikmat Allah telah tercurah kepadamu. Engkau tidak mengetahui bagaimana cara bersyukur kepada-Nya sehingga engkau pun malu kepada-Nya. Karena begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan padamu, maka engkau harus malu kepada-Nya. Dibandingkan dengan nikmat yang kau terima, rasa syukurmu masih sangat sedikit.[11]

2.      Malu karena merasa keagungan Allah. Hal ini seperti rasa malu yang ditunjukkan oleh malaikat Jibril a.s. dalam perjalanan Isra’ Mi’raj saat berada di langit yang ketujuh, ketika nabi صلى الله عليه وسلم akan masuk ke Sidrat al-Muntaha, ketika itu tiba-tiba Jibril berhenti. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Aku menoleh kepada  Jibril. Tiba – tiba ia seperti sehelai kapas yang bercerai berai.” Yakni karena takut dan malu kepada Allah saaat merasakan keagungan-Nya.

 

Sifat malu yang tercela

“Rasa malu” yang dapat membuat seseorang menghindari perbuatan keji adalah akhlak yang terpuji, karena akan menambah sempurnanya iman dan tidak mendatangkan satu perbuatan kecuali kebaikan. Namun, ada “Rasa Malu” yang tidak semestinya diterapkan, yakni: rasa maslu terhadap hal-hal baik dan tidak merugikan diri sendiri, rasa malu yang berlebihan hingga membuat pemiliknya senantiasa dalam kekacauan dan kebingungan, serta menahan diri untuk berbuat yang sepatutnya tidak perlu malu untuk melakukannya. Malu saat menanggapi kebenaran sehingga ia meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dan menyebabkan dirinya tidak dapat menunaikan hak sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam, serta menjerumuskan kedalam beberapa perbuatan buruk, maka ini adalah akhlak  yang tercela karena ia malu bukan pada tempatnya.

Seorang ulama berkata, “Malu bukan pada tempatnya adalah kelemahan.” Hasan al-Bashry juga berkata, “Malu ada dua macam, yang pertama merupakan bagian dari iman, dan yang kedua merupakan kelemahan.”

Orang yang malu bukan pada tempatnya bisa dikatakan rendah diri. Pemalu karena rendah diri itu identik dengan orang yang minim kepercayaan diri, sempit pergaualan, tidak visioner, tidak kreatif, enggan denga perubahan positif,  dan sejenisnya. Sifat ini justru berbahaya jika ada dalam diri seseorang. Karena itu akan membunuh semua potensi baik yang ada di dalam dirinya.[12]

Contoh malu yang tercela:

ü  Seorang wanita yang bukan mahram mengulurkan tangannya kepada seorang pria, lalu dia bersalaman dengannya hanya karena malu pada wanita itu jika tidak menyalaminya. Rasulullah  صلى الله عليه وسلم bersabda, “labih baik salah satu di antara kalian dilukai dengan jarum yang terbuat dari besi dari pada harus menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.”

ü  Seseorang yang memberikan pinjaman sejumlah uang kepada temannya, sedangkan dia kurang percaya pada temannya tersebut. Lalu dia ingin menjadikan malaikat, jin, dan manusia sebagai saksi atas transaksi itu. Padahal, hakikatnya dia merasa malu menjadikan orang lain sebagai saksi. Begitu juga membeikan harta kepada orang yang bodoh, karena merasa malu darinya. Sehingga orang bodoh itu menafkahkan hartanya dengan tidak benar.[13]

 

C.  Keutamaan Sifat  Malu

Memiliki rasa malu akan membuat kita bisa mengontrol diri. Kita akan merasa malu jika sampai merenggut hak orang lain, melakukan perbuatan-perbuatan  nista, mengnaniaya orang dan sebagainya. Rasa malu itu akan mencegah kita untuk melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah Subhana wa Ta’ala. Berikut ini beberapa keutamaan dari sifat malu, yaitu:

A.    Malu adalah kunci segala kebaikan dan sebagai pengendali tutur, sikap dan pikir.

Malu merupakan suatu kebaikan yang menjadi petunjuk untuk berbuat kebaikan. Rasa malu bermula dari keengganan seseorang untuk berbuat buruk, karena takut dicap sebagai orang yang berbuat buruk, akhirnya dia benar-benar meninggalkan keburukan tersebut. Dari sifat malu akan muncul kesabaran dan keteguhan hati. Selain itu akan tercipta pula ketenangan. Sebagaimana  perkataan Rasulullah صلى الله عليه وسلم , “Sifat malu itu tidak akan datang kecuali dengan membawa  kebaikan.” (H.R. bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Qayyim al- Jauziyah menjelaskan, bahwa “Orang yang tidak memiliki rasa malu sama dengan orang yang tidak memiliki kebaikan sedikit pun”. Karena jika tidak dikarenakan  rasa malu, maka seorang tamu tidak akan dilayani dengan jamuan, janji tidak akan ditepati, amanah tidak akan dilaksanakan, kebutuhan tidak akan dipenuhi, dan sebagainya.[14]

Rasa malu bisa menjadi prisai tak terkalahkan. Pada jenis keburukan apapun, rasa malu juga berperan sebagai pengendali nafsu kita. Kita tidak akan sembarangan bersikap, berkata atau berfikir jika rasa malu sudah menyatu dalam jiwa kita.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم    tidak pernah berlebihan dalam berkata-kata. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang bermanfaat. Jika pun beliau bercanda dengan kerabat atau sahabat, candaannya pun tak pernah menyakiti hati. Dalam Al-Qur’an Allah Subhana wa Ta’ala , berfirman:

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ٢٥ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ٢٦

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit? Pohon itu memberikan buahnya [24]. (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengnan izin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat [25]. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun [26].” (QS. Ibrahim [14] ayat 24-26).

Alangkah malunya orang yang tidak bisa mengendalikan lisannya. Lisan sama seperti identita diri. Jika buruk lisan seseorang pasti kualitas akhlaknya pun buruk, begitu juga sebaliknya. Allah Subhana wa Ta’ala telah merekan semua jejak perkataan manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surah Qaaf [50] ayat 18:

مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ١٨

 Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.

Dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم    , bersabda:

“Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan (terlebih dahulu), padahal justru dengan sebab perkataannya itu, ia akan dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi). [15]

B.     Malu sebagai f itrah manusia.

Rasa malu merupakan sebagian dari ciri-ciri khusus dan watak dalam diri manusia. Rasa malu ini bisa mencegah manusia dari segala perbuatan yang diinginkannya, sehingga dapat membedakan dirinya dengan hewan.

C.     Malu adalah bagian dari iman

Ibnu Abbas berkata, “Malu dan iman berada dalam satu anyaman erat yang tak bisa dipisahkan. Seakan-akan keduanya telah diikat dalam sebuah tali. Jika salah satu di antara iman dan malu itu dicabut dari diri seorang hamba, maka yang lain akan mengikutinya”.

Diriwayatkan dari Nabi Sulaiman ‘alaihi salam, bahwa beliau pernah berkata, “Malu itu merupakan penyangga iman. Jika penyangganya rusak maka semua yang ada di dalamnya akan hilang.”  (Ibnu Muflih, Buku al-Adab as-Syariyyah, vol.2, hal. 277).

Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Malu adalah sebagian dari iman, dan iman itu berada di surga. Ketidaksopanan itu sebagian dari kelalaian, maka kelalaian itu berada di neraka”. (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi).

D.    Malu adalah perhiasan terindah

Rasa malu bagaikan permata yang disimpan dalam bejana bening .Tidak ada seorang pun yang memakai perhiasan lebih indah dan memukau daripada rasa malu. Oleh sebab itu, iman manusia sebagai sesuatu yang masih telanjang , pakaiannya adalah ketakwaan,dan perhiasannya adalah rasa malu.

Ibnu Al- ‘Arabi’ meriwayatkan bait syair dari beberapa orang arab.

Seperti saya melihat orang yang tak memiliki rasa malu, dan tidak pula rasa amanah , bagaikan orang yang  telanjang  ditengah-tengah kerumunan massa[16]

E.     Malu merupakan sebagian sifat Allah

Sesungguhnya, Allah yang maha suci dan mulia bersifat malu. Allah malu kepada hamba-Nya yang terus menerus berdo’a kepad-Nya, jika Dia menolaknya serta membalasnya dengan kesengsaraan dan tangan hampa.

Salman meriwayatkan sabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah itu memiliki sifat malu yang mulia. Dan malu jika seorang hamba mengangkat tangannya untuk berdo’a, lalu Dia menolaknya dan membiarkan tangannya hampa.” [17], namun sifat malu yang dimilik Allah berbeda dengan sifat malu hamaba-Nya. Allah ttelah berfirman :

 

قَوۡمَ فِرۡعَوۡنَۚ أَلَا يَتَّقُونَ١١

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan dia, dan dialah yang maha mendengar dan melihat “ ( asy-Syuara [42] : 11)

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berpendapat bahwa jenis sifat malu yang dimiliki oleh Allah tidak sama dengan jenis malu yang dimilik hamba-Nya. Jenis malu Allah tidak bisa digambarkan oleh pikiran dan tidak bisa dijankau oleh akal , ia adalah sifat malu yang mulia, baik, murah hati, dan luhur. Dalam sebuah hadits qudsi meriwayatkan,” Sesungguhnya seorang hamba itu tidak berbuat adil kepada-ku, ketika dia berdoa meminta kepad-Ku dan aku pun malu untuk menolak permintaannya. Akan tetapi, dia malah maksiat dan tidak mersa malu kepada-Ku.[18]

F.      Malu dan pemalu dicintai oleh Allah

 Telah disebutkan dalam hadits Ya’ala bin Umayyah bahwa sesungguhnya Allah mencintai sifat malu dan juga sabar. Abu huraiarah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda “ Jika Allah memberikan suatu kenikmanatan kepada hamba-Nya maka sesungguhnya. Dia berharap bisa melihat damapk baik yang ditimbulkan oleh nikmat itu. Allah membenci peminta-minta yang bersikap memaksa , Allah mencintai orang yang bersifat malu dan  yang bisa menjaga diri.

G.    Malu adalah ajaran semua Nabi

Rasulullah sebagai teladan bagi seorang muslim dalam akhlak mulia , karena Rasulullah jauh lebih pemalu daripada seorang gadis yang dipingit. Rasulullah telah menjelaskan bahwa malu merupakan  satu sifat yang masih utuh serta dianggap baik dalam ajaran para Nabi terdahulu. Karena rasa malu adalah sumber akhlak yang terpuji serta akhlak para nabi. Juga merupakan pendorong untuk melakukan kebaiakan dan meniggalkan kejahatan .wajar saja jiak rasa malu merupakan salah satu ajaran para Nabi terdahulu yang tidak akan terhapus seperti beberapa syariat yang lain.

     Rasa malu juga menjadi karakter dasar para Nabi Allah .Sehingga mereka memiliki sifat yang terpuji, yakni shiddiq ,tabligh, amanah, dan fathanah ,para Nabi Allah telah menerapkan rasa malu dengan baik dalam diri mereka ,sehingga mereka menjalankan apa yang sudah di amanatkan kepad mereka dengan sebaik-baiknya. Apa yang disampaikan Allah , mereka sampaikan kepada umat dengan tepat dan benar tidak dikurangi, tidak pula dilebih-lebihkan .Maka dari itu tidak ada salahnya jika mengikuti jejak-jejak baik para Nabi Allah karena malu adalah akhlak para Nabi serta suadah jelas disebutkan di dalam al qur’an. Maka dari itu seorang muslim wajib memelihara rasa malu yang telah diberikan Allah kepada umat muslim .Menjadikannya sebagai akahlak ,agar wariisan para nabi tersebut tetap terpelihara dan menghiasi kehidupan.

H.    Malu adalah akhlak para Nabi dan Rasul

Abu hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda.

“ Sesungguhnya Nabi Musa a.s adalah seorang lelaki yang pemalu. Kulitnya tidak pernah tampakkan karena malu, sehinnga orang dari bani israil menyakitinya, mereka berkata “ Tidak ada sesuatau yang pantas ditutupi dengan kain penutup kecuali terdapat cacat atau tubuh yang bengkak.”

Kemudian Allah membuktikan bahwa apap yang dikatakan oleh para  bani israil kepada Nabi Musa yaitu tuduhan bahwa Nabi Musa memiliki cacat pada tubuhnya. Pada suatu hari Nabi Musa hendak dan memilih tempat yang sepi untuknya mandi.dia meletakkan pakaiannya diatas sebuah batu, namun tak disangka-sangka dengan kekuasaan serta izinnya Allah batu tersebut membawa lari pakaiannya, hingga Nabi Musa mengejarnya dan berkata. “ kembaliakan pakaianku hai batu , kembalikan pakaianku hai batu.” Dia terus mengejarnya hingga sampai di suatu tempat dimana para pembesar bani israil berkumpul. Para pembesar bani israil melihatnya dalam keadaan yang sedang telanjang. Sungguh sanagatlah indah ciptaan Allah ,mereka berkata “sungguh Musa tidak memiliki cacat pada tubuhnya sekalipun.” Lalu Nabi Musa mengambil pakaiannya serta memukul batu tersebut.Demi Allah, di permukaan batu itu terdapat bekas luka pukulan Nabi Musa , tiga ,empat, atau lima buah .

Salah satu contoh dari sifat malunya Rasulullah yakni, seperti yang diriwayatkan oleh malik bin sha sha’ah, ketika itu Nabi berada dalam kebimbangan untuk memutuskan pilihan antara ketenetuan Allah ,Nabi Musa dan permintaanya kepada Allah agar meringankan jumlah shalat hinggamenjadi lima waktu. Nabi Musa berkata kepadanya “ Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan untuk umatmu”. Beliau menjawab. “Aku telah meminta kepada tuhanku hingga aku mersa malu ,tetapi aku merasa malu. Tetapi aku telah rela dan terima”

Abu sa’id Al-khudri berkata “Rasulullah adalah seorang yang sangat pemalu. Rasa malunya melebihi gadis perawan yang berada dalam tirainya. Jika beliau tidak menyuakai sesuatu, maka bisa mengetahui dari raut wajah beliau.”( Hr. Al-bukhari dan muslim).

I.        Malu merupakan bagian dari akhlak islam

Mayoritas pemeluk agama-agama terdahulu memiliki perilaku yang tertentu, kecuali malu. Malu adalah yang mendominasi pemeluk agama islam. Karena malu merupakan akahlak yang paling utama bagi umat islam. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda. “ Sesungguhnya setiap agama memilik akahlak tersendiri, akhlak agama islam adalah malu."( Hr. Ibn Majah ). Sesungguhnya Rasulullah di utus untuk menyempurnakan akhlak. Jika islam merupakan agama yang mulia, maka Allah memberikan perilaku yang paling mulia yaitu malu. Karena malu merupakan penyempurna bagi kemuliaan akhlak.

 

D.  Rasa Malu Antara Laki-Laki dan Perempuan

DR Fahtimah Nashif  berkata ,   Jika rasa malu yang terdapat dalam diri laki-laki dinilai baik, maka akan lebih baik lagi jika ia terdapat dalam diri perempuan. Jika rasa malu dinilai memiliki keutamaan dalam diri laki-laki, maka sesungguhnya ia lebih mulia jika terdapat dalam diri perempuan. Karena rasa malu itu akan memberikan tamabahan perhiasan dan keindahan bagi perempuan, menjadikan lebih dicintai dan disukai. Ciri –ciri kebaiakn dalam diri perempuan adalah rasa malu. Ciri –ciri keburukan dalam dirinya adalah tidak punya rasa malu. Rasa malu itu merupakan pelindung keutamaan yang selalau siaga. Ia adalah penjaga yang bisa dipercaya. Ia tidak mengizinkan siapa pun untuk merusak kehormatannya atau melewati batas area kekuasaannya. Ia adlah yang menghalangi keburukan menempati keutamaan. Bahakan, ia bisa menjauhkan jarak di antara kebaikan dan keburukan dengan segenap kekuatan dan ketulusan hati.”[19]

 

E.   Rasa Malu Bagi Seorang Muslimah

Seorang  wanita muslimah dihiasi dengan rasa malu. Hal ini sebagaimana di isyaratkan Allah SWT , dalam Al- qur’ an, menceritkan salah satu purti Nabi syu’aib yang  diperintahkan untuk memangil Nabi Musa salah seorang dari kedua wanita itu, berjalan dengan malu- malu ,ia berkata “ Sesungguhnya ayahku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap ( kebaikan )mu memberi minum( ternak) kami” (Qs. Al – Qashas :25). Putri syu’aib a.s berjalan denga penuh ras iffah ( kebersihan jiwa), ketika bertemu seorang laki- laki.  Berjalan dengan rasa malu dan jauh dari usaha untuk menarik perhatian.

Seorang gadis anggun yang sholeha, secara fitrah akan merasa malu ketika bertemu dengan laki-laki. Akan tetapi karena kesucian serta keistiqomahannya ia tidak gugup, ia berbicara dengan jelas dan sebatas keperluan.

Malu adalah perhiasan yang paling indah untuk dimilik bagi setiap wanita muslimah karena, “ seorang perempuan tidak akan memakai perhiasan yang lebih indah dan memukau daripada perhiasan rasa malu .” sebagaimana sabda Rasulullah.” Tidak ada sesuatu pun yang bisa dilakukan oleh sifat malu kecuali ia akan menghiasinya.”

 

F.    Jilbab Sebagai Cermin Rasa Malu

Al-qur’an menjelaskan di dalam surah al-ahzab ayat 59:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا٥٩

artinya: “ wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,” Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.”

 Sesungguhnya, dantara jilbab dengan rasa malu terdapat keserasian serta keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya itu bagaikan sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bayak sekali dari sastrawan dan penyair yang menganjurkan seorang wanita agar memakai jilbabnya yang sesuai tuntutan islam. Karena jilba adalah keharusan bagi wanita yang malu dan iffah. Salah satunya adalah syair yang dilantunkan oleh ‘Aisyah at-tamuriyyah,

“ Dengan ke iffah –an, aku jaga jilbabku, dengan penjagaan diri aku gapai semua kemuliaanku. Dengan ide yang cemerlang dan tabiat yang baik, Aku sempurnakan akhlakku. Perilaku dan pendidikanku tak akan membahayakanku, karena aku adalah bunga bagi manusia disekelilingku. Rasa malu tidak mencegahku dari kemuliaan, tidak pula untaian kerudung dan cadar yang bercahaya.”[20]

Penyair lain bersenandung:

“Tak ada yang bisa menjaga perempuan sperti halnya peran rasa malu dan ‘iffah yang selalu menjaganya dari perbuatan tercela.”[21]

Dari syair-syair diatas bahwa sudah jelas jilbab adalah cermin dari wanita yang pemalau , dan seorang  muslimah harus menjaga nya. Sifat-sifat  malu wanita yang harus dijaga yakni;

·         Menjaga panadangan dari hal yang tidak diperbolehkan dalam islam

·         Tidak melemah lembutkan suara ketika berbicara pada lawan jenis

·         Tidak tertawa secara berlebihan ( terbahak- bahak )

·         Dilarang wanita untuk melenggak lenggok untuk mencari perhatian terhadap lawan jenis[22]

Para sahabat Rasulullah juga memiliki rasa malu,mereka mencontoh akhlak mulia Rasulullah yang salah satunya adalah rasa malu. Diantara golongan sahabat, ada sebagian orang yang diberikan kekhususan oleh Allah dengan memiliki sifat malu. Yaitu ‘Utsman bin affan yang memiliki julukan dzunnurain., Rasulullah  bersabda tentangnya,”Bagiamana saya tidak malu kepada seorang ( yang dimaksud adalah ‘utsman ), sementara malaikat pun malu kepadanya.” ( Hr. Muslim no. 2402). Rasulullah juga bersabda, “ Malu itu sebagian dari iman, dan orang yang paling malu dari umatku adalah ‘utsma.”[23]

Tidak  hanya ‘utsman saja,namun juga seperti Abu Musa, Ibnu ‘Abbas serta para sahabat-sahabat Rasulullah yang lain juga memiliki rasa malu.

 

G.  Pembagian Malu Menurut Obkjeknya

            1.            Malu kepada diri sendiri

Rasa malu seseorang terhadap dirinya sendiri merupakan sifat malu yang dimiliki oleh jiwa-jiwa yang mulia. Ini merupakan derajat malu yang paling sempurna, jika seorang hamab bisa malu kepada dirinya sendiri, maka sudah pasti rasa malunya kepada orang lain akan lebih besar.

 Husain bin muthir melantunkan syair :

“ Muliakanlah dirimu sendiri dari beberapa hal.kamu tidaka akan memiliki jiwa lain kecuali meminjam dari dirimu sendiri. Jangan kamu dekati perkara yang diharamkan, karena kelezatannya akan habis dan yang tersisa hanyalah kepahitan.”[24]

            2.            Malu kepada malaikat

Maksudnya, hendaklah kalian malu  dari para penjaga yang mulia itu. Muliakan dan hormatilah mereka, karena para malaikat mengetahui segala hal yang bisa membuat kalian malu jika dilihat oleh sesama manusia.

            3.            Malu kepada sesama manusia

Malu kepada manusia merupakan perilaku yang baik. Dengannya, manusia bisa menjauhkan diri dari aib, bisa menebarkan kebaikan dan bisa menjaga dirinya, serta membiasakan diri untuk melakukan perbuatan yang terpuji.

 Hudzaifah bin al-yaman berkat, “Orang –orang yang tidak mamiliki rasa malu kepada orang lain. Maka dia tak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun dalam dirinya.”[25] Ibnu mas’ud berpesan, “siapa yang tidak malu kepada sesama manusia, maka dia tidak akan malu kepada Allah.”

            4.            Malu kepada Allah  SWT

Rasa malu kepada Allah adalah tingkatan malu yang paling tinggi diantara rasa malu yang lain. Siapa yang merasa malu kepada sesama manusia dari perbuatan yang dianggap tercela, maka hal itu akan mendorong diri untuk lebih memiliki rasa mlau kepada Allah. Sehingga dia tidak akan menyia –nyiakan kewajiban serta melakukan kesalahan. Karena seorang mukmin yakin bahwa Allah senantiasa mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya. Hal ini mewajibkan dirinya untuk mersa malu kepada Allah. Karena Allah mengetahuo segala sesuatu yang dikerjakan oleh hamab-Nya.

Ibnu mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya, “ Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya” , mereka bertanya , “ Sesungguhnya kami merasa malu wahai Rasulullah”, beliau menjawab bukanlah rasa malu yang seperti kalian sangka. Akan tetapi , siapa saja yang merasa malu kepada  Allah dengan rasa malu yang sebenar-benarnya,maka hendaklah ia menjaga kepala dan seluruh indranya, baik luar  maupun dalam untuk tidak digunakan kecuali  dalam hal yang halal. Hendaklah ia menjaga dan seluruh anggoata tubuh yang dekat dengannya, yaitu hati, farji, tangan, dan kaki, sehingga tida dipergunakan untuk berbuat maksiat kepada  Allah. Hendaklah ia mengingat mati dan kehancuran .”

 

H.  Rasa Malu yang Ada pada Orang Kafir

Adapun rasa malu yang ada pada sebagian orang kafir adalah malu yang bersifat tabiat dan watak saja. Tidak mustahil jika dalam diri orang kafir masih terdapat fitrah mulia manusia yang tidak dirusak oelh faktor lingkungan. Jika seorang kafir memiliki sifat malu, maka dia telah melakukan pendekatan kepada Allah, karena memiliki salah satu cabang keimanan, namun hal tersebut tidak mengharuskan dirinya bisa disebut sebagai orang yang beriman. Karena derajat tertinggi dari semua cabang iman adalah kalimat tauhid. Kalimat tauihd adalah syarat mutlak dari keabshahan cabang-cabang yang lain.

Jadi meskipun seorang hamba telah memiliki semua cabang iman, tetapi tidak diiringi dengan syahadat maka otomatis semua cabang iman tersebut akan batal atau pun tidak sah serta tidak bisa memberikan manfaat kepada orang kafir di akhirat nanti. Namun Allah akan memberikan balasan sifat itu pada kehidupan dunia saja, karena Rasulullah telah bersabda:

Sesungguhnya Allah tidak akan membalas kebaiakan seorang mukmin denga kezhaliman dunia dan akhirat nanti. Adapun terhadap orang kafir, dia akan di berikan balasn di kehidupan dunia atas kebaiakn yang telah dilakukan, sehingga ketika dia kembali ke akhirat dia tidak memiliki kebaikan apapun yang bisa di balas.”[26]

 

SEBUAH  NASIHAT :

Ibnu Qutaibah  berkata, “Sesungguhnya malu itu bisa mencegah pemiliknya dari perbuatan maksiat, seperti halnya  yang dilakukan oleh imam. Maka, ia bisa dinamakan sebagia iman, apabila bisa menempati posisinya.Adapun rahasia dari penyebutan rasa malu dalam hadist  tersebut adalah karena ia seperti sebuah pendorong terhadap cabang-cabang iman yang lain. Orang yang memiliki rasa malu atau keburukan kepada keburukan dunia dan akhirat , sehingga dia akan selalu tunduk dan mawas diri.

 Hal ini merupakan dasar dari keteakwaan dari salah satu pondasi keimanan. Adanya pondasi bukanlah sebuah bangunan , meskipun adanya pondasi menunjukkan bahwa suatu bangunan itu hampir terwujud.  Kita jangan kagum jika menemukan orang kafir yang memiliiki rasa malu. Hanya saja , ketekukna dan kesibukannya di dunia tidak meberikannya anugerah keimanan. Meskipun dia  berhasil menggapai keimanan, akan tetapi kelalaian terus mengrong-rongnnya agar tubuh didalam hatinya tidak tumbuh akar-akar keimanan berkembang, dan berbuah. Seorang kafir yang memilikirasa malu itu hampir saja masuk kedalam pintu keimanan , akan tetapi dia belum masuk. Siapa yang malu kepda Allah , maka Allah tidak akan kehilangan dalama dirinya apa yang telah diperintahkan dana tidak  menemukan dalam dirinya apa yang telah dilarang.” 

 

Belajar Mencintai Malu .

 Jika akahlak merupakan sifat alami dalam diri manusia, maka ia tidak mungkin bisa diubah, diganti dan diperbaiki seperti halnya sifat jasmani seperti tinggi,pendek,dan warna kulit. Oleh karena itu hokum syariat islam tidak akan menuntut kita untuk berperilkau dengan akhlak yang baik dan meninggalakan akhlak yang buruk.

Karena dalam kaidah disebutkan “ Tidak ada pemaksaan kecuali dengan batas kemammpuan” dan “Tidak ada tuntutan untuk mengerjakan hal yang mustahil terwujud”.Allah SWT berfirman:

قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا٩ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠

 

“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya meruudilah orang yang mengotorinya”( As-syams [91]:9 -10)

 Allah tidak menyebutkan “ sungguh beruntung orang yang belajar bagaimana mensucikan jiwa.” Ini merupakan satu isyarat bahwa yang dimaksud dengan tata cara menyucikan jiwa dengan amalan-amalan yang memang bisa membersihkan dan menyucikan jiwa. Karena ilmu itu tidak hanya sekedar teori saja.[27]

   Rasulullah   telah bersabda , “ sesungguhnya mendapatkan ilmu itu dengan proses belajar , kesabaran itu diperoleh dengan memaksakan diri untuk bersabar. Siapa yang bermaksud untuk berbuat baik maka dia akan diberikan, dan siapa yang berusaha menjahui kejahatan maka dia akan dijauhkan dari dirinya.”[28]

Akan tetapi, secara fitrah  manusia itu berbeda-beda dalam hal kemampuan, kekuatan, dan persiapan mereka untuk memperbaiki dan mengubah akhlak. Siapa saja yang secara fitrahnya memiliki akahlak tertentu , maka sudah baginya untuk menerapkan akhlak tersebut di dalam dirinya. Karena fitrah yang dimlikinya akan membantu mengarahkan dia pada akhlak tersebut. Berikut beberapa sarana yang bisa menyebabkan seseorang memiliki sifat malu dan sifat ini akan melekat dalam jiwa.

1.      Menjauhkan diri dari kebiasaan- kebiasaan yang diakibatkan oleh sedikitnya rasa malu , baik itu berupa perbuatan maupun perkataan, seperti perkataan kotor dantidak sopan.

2.      Membiasakn diri untuk melihat keutamaan sifat malu, selalu mengingatnya dalam hati menguatkan hati untuk mendapatkan derajat malu yang paling tinggi ,dan terus berusaha untuk bersikap malu.

3.      Menguatkan iman dan kepercayaan dalam hati , karena rasa malu merupakan buah dari keimanan dan makrifat kepada Allah.

4.      Beribadah dengan cara mentadabburi Asma’ul husna , karena itu bisa menghadirkan rasa kewaspadaan diri dan perbuatan baik, contohnya adalah nama-nama asy-syahid,ar-ra’ib, al-alim,as-sami’,al-bashir,al-muhith,dan al-hafizh.

Hatim al- ‘asham berkata , “  Biasakanlah diriu dengan tiga hal , yaitu ;

a)      Jika kamu bekerja maka ingatlah bahwa Allah melihatmu.

b)      Jika kamu berbicara maka ingatlah bahwa Allah mendengarmu dan,

c)      Jika diam maka ingatlah bahwa Allah mengetahui dirimu.

5.      Menunaikan ibadah wajib dan sunnah secara rutin, seperti shalat yang telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,

ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥

                 Sesungguhnya shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”

{ Al- ankabut [29] : 45)

6.      Membiasakan diri untuk menjaga kejujuran, serta menjauhkan diri dari dusta. Karena kejujuran akan mengahantarkan manusia kepada kebajikan.

Rasulullah bersabda, “ Bagi kalian untuk jujur, karena jujur akan menunjukkan pada kebaikan. Sesungguhnya kebaikan akan menuntun jalan ke surga.”[29] Malu merupakan salah satu bentuk kebaikan.

7.      Membiasakan diri untuk berperilaku malu, sehingga perlahan-lahan akan melekat di dalam jiwa serta menjadi tabiat.

8.      Berteman dengan orang-orang yang baik atau sholeh sert mengambil pelajaran dari sifat malu mereka.

   Sebagian ulama’ berkata, “ Hidupkanlah rasa malu kamu dengan bergaul bersama orang-orang yang layak disegani ( di sikap malu ).

9.      Berupaya untuk menghadirkan rasa malu yang mulia seperti yang dimiliki Rasulullah serta meneladani karakter beliau yang mulia. Dan juga seperti para sahabat Rasul dan perjalanan hidup mereka  terlebih para khulafa ar-rasyidin, sepulun orang yang dijanjikan mendapatkan surga , para pejuang di perang badar, para pengikut di baiat ridwan , dan semua golongan Al- muhajirin dan anshar , setelah itu berupaya meneladani perjalanan hidup ahli ilmu dan iman

10.  Menjauhkan diri dari lingkungan-lingkungan yang rusak atau buruk.

 

I.       Dampak Buruk dari Tidak Memelihara Rasa Malu.

Jika malu bisa membuat seseorang yang memeliharanya menjadi mulia, namun juga bisa membuat seseorang yang tidak memeliharanya menjadi hina ataupun buruk. Contohnya seperti ;

·         Para penguasa yang saling berebut kuasa. Mereka menebar fitnah dan menempuk kepentingan pribadi. Bahkan, demi kesejahteraan pribadi, banyak dari mereka yang mengambil uang rakyat, melakukan kebohongan publik , menyuap, melakukan pencucian uang, dan sebagainya.

·          Dimana para wanita sengaja menggunakan busana yang menonjolkan keindahan tubuh mereka, memamerkan aurat mereka dengan menggunakan pakaian yang sangat terbuka.

·         Hubungan lawan jenis diluar pernikahan seperti , perselingkuhan dan pacaran yang sudah menjadi trend ataupun hal biasa dikalangan masyarakat zaman sekarang.

·         Tindakan kriminalitas yang makin marak terjadi seperti, pembunhan, penganiayaan, pencuriaan, penipuan, pelecehan, dan tindak kriminal lainnya.

 

Jika seseorang sudah tidak lagi memelihara rasa malunya atau sudah dicabut rasa malu darinya maka itu adalah sebuah kebinasaan. Seperti sabda Nabi , “ Apabila Q hendak membinasakan seorang hamba, Dia mencabut rasa malu darinya. Apabila rasa malu itu sudah dicabut , engkau akan melihatnya dibenci dan dijahui manusia. Apabila kau lihat ia dibenci dan dijauhi, dicabutlah sikap amanah darinya. Apabila sikap amanah itu sudah dicabut, kaulihat dia menjadi khianat dan dianggap sebagai pengkhianat. Apabila ia khianat dan dianggap pengkhianat , dicabutlah sifat kasih sayang darinya. Apabila sifat kasih sayang itu sudah dicabut, kaulihat ia menjadi orang yang jahat dan terlaknat. Apabila ia jahat dan terlaknat, dicabutlah ikatan islam darinya”.[30]  Serta Allah akan mengazab bagi orang-orang yang tak punya malu seperi kisah-kisah berikut :

&  Azab kaum Nabi luth

Nabi luth adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri sedum atau sodom dam gomorrah. Beliau ditugaskan untuk berdakwah kepada kaum yang tinggal di negeri sodom, syam dan palestina. Luth adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi Ibrahim A.s. beliau  kemudian berhijrah ke negeri yang diperintahkan untuk melaksanakan kewajibannya berdakwah mengajak manusia menyembah Allah , serta menyebarkan  akidah yang benar .

   Nabi luth berpindah ke negeri sodom dan Gomorrah. Dua tempat itu adalah dua kota yang besar yang dimusnahkan oleh Allah. Masyarakat sodom dan Gomorrah telah melakukan penyelewengan seksual, yakni berhubungan dengan sesama jenis. Mereka mendatangi sesama laki-laki dan melakukan perbuatan yang sangat memalukan serta menjijikan. Perbuatan itu mendatangkan murka Allah yang sangat besar.

 Karena itu , saat perintah untuk meluruskan budaya “ tidak tahu malu” masyarakat sodom dan Gomorrah itu dating pada Nabi Luth , beliau segera hijrah ke tempat yang dimaksud. Di sana, beliau menyerukan ajran Allah. Nabi  luth juga meminta masayarakat sodom dan Gomorrah untuk bertaubat dan meninggalkan perbuatan memalukan itu.

 Namun, seruan Nabi luth itu sama sekali tidak diindahkan. Mereka bahkan menertawakan dan mengakali Nabi luth. Nabi luth denga perawakan yang tampan , digoda dan dirayu untuk melakukan hubungan intim sesama jenis. Namun, Nabi luth sama sekali tidak terpengaruh oleh godaan dan rayuan mereka. Kaum sodom dan Gomorrah  mereka melakukan banyak intimidasi terhadap Nabi luth, jika Nabi luth tidak mau mengikuti tradisi dari kaum sodom , maka Nabi luth akan dapat perlawanan dari penduduk . saat itulah Nabi luth meminta perlindungan kepada Allah.

Allah memerintahkan nabi luth untuk pergi meninggalkan kota sodom dan Gomorrah. Lantas, jibril diutus Allah untuk mengangkat kota mereka hingga ujung langit , kemudian membalikkannya. Belum cukup dengan itu , Allah memberikan hukuman berupa hujan batu dari tanah yang terbakar. Seluruh penduduk sodom dam Gomorrah luluh lantak tidak ada yang tersisa, bahakan istri Nabi luth yang enggan mengikuti ajaran suaminya, turut binasa. Seperti di dalam firman Allah dalam { Qs. al-qamar [54] : 33-35 }

 

 كَذَّبَتۡ قَوۡمُ لُوطِۭ بِٱلنُّذُرِ٣٣ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ حَاصِبًا إِلَّآ ءَالَ لُوطٖۖ نَّجَّيۡنَٰهُم بِسَحَرٖ٣٤ نِّعۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَاۚ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي مَن شَكَرَ٣٥

“ kaum luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman ( Nabinya ). Sesungguhnya kami telah menghembuskan kepada ereka angin  yangmembawa batu-batu ( yang menimpa mereka ), kecuali keluarga luth. Mereka kami selamatkan sebelum  fajar menyingsing , sebagai nikmat dari kami. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. ( Qs. Al-qamar [54] : 33-35 ).

& Azab kaum nabi syu’aib

Nabi syu’aib adalah nabi yang bersal dari keturunan Nabi luth  A.s ia diutus oleh Allah kesuatu negeri bernama madyan. Setelah kematian Nabi luth A.s, kau madyan tidak lagi menyembah. Mereka kembali musyrik, melakukan kemaksiatan dan kemungkaran. Masyarakat madyan menyembah pohon tua dan besar yang disebut pohon aikah. Bukan hanya itu, mereka senang merampas, mencuri, merampok, dan membajak harta para musafir yang dating ke daerah mereka. Dan yangat dikenal dari masyarakat madyan adalah mereka selalu mengurangi timbangan dalam kegiatan muamalah mereka. Saat bertransaksi , mereka melakukan penipuan serta kebohongan , sehinnga banyak para pembeli yang merugi. Oleh karena itu , Nabi syu’aib diutus oleh allah untuk berdakwah ke madyan. Beliau menyeru kaum madyan untuk menyembah kepada Allah. Dalam surat  huud, Allah berfirman :

۞ وَإِلَىٰ مَدۡيَنَ أَخَاهُمۡ شُعَيۡبٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ وَلَا تَنقُصُواْ ٱلۡمِكۡيَالَ وَٱلۡمِيزَانَۖ إِنِّيٓ أَرَىٰكُم بِخَيۡرٖ وَإِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٖ مُّحِيطٖ٨٤

 “Dan,  kepada ( penduduk ) madyan ( kami utus ) saudara mereka , syu’aib. Ia berkata “ hai kaumku , sembahlah  allah . seskali tiada tuhan  bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya , aku melihat kamu dalam keadaan yang baik ( mampu ) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan ( kiamat ).”

( Qs. Huud [11] : 84 ).

Akan tetapi, semua dakwah Nabi syu’aib tidak digubris oleh masyarakat madyan. Bahkan, dengan argumentasi yang sangat kuat , sehingga Nabi syu’aib disebut sebagai khathibul anbiya’,tetap saja tidak membuat kaum madyan terbuka hatinya . Nabi syu’aib membuka kembali sejarah bapak mereka yang beriman kepada Allah, serta memberitahukan jika azaab Allah sangat pedih bagi mereka yang musyrik dan munkar. Namun, tetap sja masyarakat madyan tidka mengindahkan semua itu. Nabi syuaib malah mendapatkan ancaman dari kaumnya. Oleh karena itu, Nabi syu’aib meminta perlindungan dari Allah, dan Allah pun memerintahkannya untuk meninggalkan kota madyan bersama orang-orang yang mau beriman kepada Allah.

Allah kemudian mendatangkan cuaca yang begitu panas, tanaman-tanaman menjadi kering, sumur-sumur dan sungai-sungai juga mongering. Hewan- hewan ternak juga banyak yang mati, tak lagi ada hasil susu dan daging. Pohon-pohon juga banyak yang tummbang dan kering. Kota madyan menjadi kota yang tak bersahabat lagi bagi penduduknya. Para pendudukpun mencari tempat teduh. Mereka melihat ada awaan gelap berukuran besar. Mereka mengira bisa berlindung diawan itu. Merekapun pergi kesana. Namun, awan yang mereka sangka sebagai rahmat ternyata mengeluarkan bola api besar yang membakar mereka semua sampai mati. Gempa dahsyat pun terjadi. Gunturpun menggelegar begitu keras.

 

& Azab Qorun

Qorun adalah anak dari paman Nabi Musa AS. Dengan kata lain Qorun adalah sepupu Nabi Musa AS. Ayah Nabi Musa yang bernama imron adlah kakak dari ayah qorun yang bernama yashhar. Baik nabi musa maupun qorun adalah keturunan Nabi ya’kub. Sebab keduanya merupakan cucu dari laway, dan lawaay adalah putra Nabi ya’kub.

Qorun merupakan leluhur bani issrail. Hanya saja, semasa hidupnya qorun banyak memeras dan merampas harta kaumnya sendiri. Sehingga, bani israilpun banyak membenci qorun.

Pada awalnya, qorun adalah seorang yang sangat sholih,baik, pengikut Nabi Musa. Hanya saya, ia sangat miskin. Suatu hari ia datang menghadap Nabi Musa minta didoain agar menjadi orang kaya. Saat nabi musa bertanya apa alasannya ingin kaya qorun menjawaab bahwa dengan harta kekayaan nanti ia bisa lebih mendapatkan ketenangan, ia bisa beribadah dengan khusyuk. Ia juga akan mendermakan harta-hartanya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Qorun juga ingin membantu bani israil yang kesulitan hidup. Sehingga, bani idsrail bisa lebih sejahtera dan makmur.

Mendengar jawaban itu, Nabi Musa mengiyakan permintaannya. Oleh karena itu Nabi pun musa mendoakan qorun agar terbebas dari kemiskinannya. Dan dngan atas izin Allah, kehidupan qoorun lambat laun mulai berubah. Qorun mendapat keuntungan dari hasil ternaknya. Ia tidak lagi miskin , sebab sudah bisa membeli makanan dan pakaian layak. Bukan hanya itu, kekayaan terus bertambah setiap harinya. Sehingga qorun benar-benar menjadi orang yang kaya.

Namun, sayang kekayaannya telah menjadikannya lupa dan durhaka kepada Allah. Niat awal agar bisa khusyuk ibadah dan membantu sesama sama sekali tidak terealisasi. Qorun yang tadinya miskin tapi baik hati dan sholih kini menjadi kaya m sombong dan durhaka. Ia juga sering mentertawakan dan mwnghina kaumnya yang miskin.

Bahkan karena harta kekayaannya itu qorun tidak beriman kepada Allah, ia ikut menyembah berhala patung kepala buaya  bernama ‘sobe’. Ia jadi lupa pada siapa yang telah memberikannya kekayaan. Ia menngira bahwa kekayaan yang didapatkannya adalah murni daaari usahanya sendiri. Padahal, Aaallah-lah yang melimpahkan hartanya. Allah melimpahkan harta qorun juga atas doa Nabi Musa AS.

Sangkin kayanya qorun, kunci-kunci gudangnnya tida lagi dapat dipikul oleh manusia, tapi dibawa oleh 60 ekor unta, sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an:

۞ إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ٧٦

“Sesungguhnya, qarun adalah termasuk kaum nabi musa. Ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya .perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. ( Ingatlah ) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” ( Qs. Al-qashash [28]: 76 )

 Suatu hari qarun pamer harta kekayaan. Ia keluar denga pakaian yang sangat mewah, didampingi oleh 600 orang pelayan; 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Buakan hanya itu, ia juga dikawal 4000 pe ngawal dan diiringi oleh 4000 binatang ternak yang sehat, dan juaga 60 ekor unta yang membawa kunci-kunci kekayaannya.

Orang-orang sangat terkesima dan kagum melihatnya, betapa banyaknya harata yang dimiliki oleh qarun.

Suatu hari , nabi musa as. Diperintahkan oleh Allah untuk mengerjakan zakat.  Nabi musa mengutus seorang pengikutnya untuk mengambil zakat dari qarun. Namun, qarun tidak mau memberikan zakatnya ia malah memarahi utusasan nabi musa tersebut. Ia menghardik orang-orang yang meminta harta yang susah payah ia kumpulkan. Harta itu tidak ada kaitannya dengan Allah ataupun dewa.

   Bukan hanya itu, ia juga memfitna nabi musa as, ia mengirimkan wanita untu menebrkan fitnah bahwa wanita itu telah berbuat serong dengan nabi musa as. Fitnah kejam itu membuat kaum bani israil tidak suka kepada nabi musa.

 Nabi musa as pun mersa sedih. Beliau langsung shalat dan berdoa kepada Allah agar Allah menampakkan sesungguhnya. Selesai nabi musa berdoa, Allah pun menampakkan kekuasaan-Nya. Wanita itu kemudian berkata, “ musa tidak berbuat apa-apa kepadaku. Aku diupah oleh qarun untuk mengatakan bahwa aku dihamili oleh musa.” Fitnah itu pun berakhir , dan repotasi nabi musa terselamatkan.

 Namun, tidak hanya sampai disitu saja qarun juga menantang nabi musa untuk berdoa bersama. Siapa yang doanya yang dikabulkan , dialah benar yang harus diikuti.  Qarun berdoa, “ wahai dewak penguasa jagat raya, matikan musa saat inu juga.” Namun, beliau  tetap hidup dan berdiri tegak.

Kini giliran nabi musa yang berdoa, beliau berkata, “ Ya Allah, atas ridha-Mu, tenggelamkan si qarun dan seluruh kekayaaannya saat ini juga kedalam bumi.”

Tidak lama kemudian, bumi  pun beruguncang dan terbelah. Akibatnya , tubuh qarun dan seluruh kekayaannya habis ditelan bumi.

 Allah berfirman :

فَخَسَفۡنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٖ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ٨١

“ maka, kami benamkan qarun besrta rumahnya  ke dalam bumi. Maka , tidak ada baginya suatu  golongan pun yang menlongnnya terhadap azab Allah. Dan, tiadalah ia termasuk orang-orang ( yang dapat  ) membela ( dirinya ).” ( Qs. Al-qashash [28]: 81 )

 Dari kisah-kisah diatas, kita menjadi tahu bahwa betapa besar azab Allah bagi orang-orang yang buruk akhlaknya serta tidak memelihara rasa malunya. Juga menjadi peringatan bagi umat muslim agar selalu berbuat baik kepada sesama umat serta memiliki akhlak yang mulia dan rasa malu yang tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                             Bab III     

(  Penutup )

A.    Kesimpulan

  1. Kata malu  ﺤﻴﺎﺀ (malu) adalah leburan dari kataﺤﻴﺎۃ  ( hidup).  Malu dibangun diatas dasar hidupnya hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelaka  di akhirat.
  2. Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlaq sifat malu terbagi menjadi tiga : Malu kepada diri sendiri, malu kepada sesama manusia, malu kepada allah.
  3. Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara diantaranya yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan membiasakan berkata jujur dan berperilaku yang benar.
  4. Sifat malu mempunyai beberapa keutamaan, di antaranya : malu dapat mengantarkan seseorang masuk surga, mencegah seseorang berbuat maksiat, malu adalah akhlak malaikat dan malu adalah cabang dari iman.


B.    Saran dan Penutup
Kita sebagai umat islam haruslah mempunyai rasa malu karena seseorang apabila bertambah kuat rasa malunya maka ia akan melindungi kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan kebaikan-kebaikannya.
Demikian makalah yang penulis buat tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan, penulis mengharap kritik dan saran yang mendukung demi terwujudnya makalah yang baik.
Meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

§  Hefni, Azizah. 2015. Jika tidak malu maka berbuatlah semaumu. Yogyakarta: DIVA press.

 

§  Dr. Khalid, Amr. 2010. Buku pintar akhlak memandu anda berkepribadian muslim dengan lebih asyik, lebih otentik. Jakarta: Zaman.

 

§  Dr. Al-muqaddam, Muhammad isma’il. 2008. Fikih malu, menghiasi hidup dengan malu. Jakrta: Nakhlah pustaka.

 

 

 



[1]  Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, (Jakarta, Zaman, 2010), hal. 170

[2]  Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, Fikih Malu Menghiasi Hidup dengan Malu, (Jakarta, Nakhlah Pustaka,2008), hal. 11

[3]  Azizah Hefni, Jika Tidah Malu, Berbuatlah Semaumu!, (Yogyakarta,DIVA Press, 2015), hal.13

[4]  Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, op.cit, hal. 15

[5] Amr Khaled, Op.Cit, hal. 169-170

[6] Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, Op.Cit, hal. 20

[7] Ibid, hal. 31

 

[8] Amr Khaled,Op.cit, hal 188.

[9] Ibid., hal. 187

[10]  Muhammad Ismail Al-Muqaddam, Op.Cit., hal. 34

[11]  Amr Khaled,Op.cit, hal 187

[12]  Azizah Hefni, Op.Cit., hal. 32

[13]  Muhammad Ismail Al-Muqaddam, Op.Cit., hal. 135 -136

[14]  Ibid., hal. 49

[15]  Azizah Hefni, Op.Cit. Hal 48-49

[16]  Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 61

[17] Hr Abu daud.

[18]  Fiqih malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 62

 

[19] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam), hal 93

[20]  Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam), hal101

[21]  Fiqih malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 102

[22]  Wanita berkarir surga( felix siauw)

[23]  Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 86

[24]  Fiqih malu malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 139

[25]  Fiqih malu malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 141

[26] Fiqih malu malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 58

[27] Fiqih malu  (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 202

[28] Hr . al-kahatib dalam tarikhnya vol.9

[29]  Hr.Al-bukhari dan muslim)

[30]  Buku pintar akhlak ( Dr. Amr Khalid ). Hr . ibn majah { hadis no. 4054 }


Tidak ada komentar:

Posting Komentar