MAKALAH
URGENSI MEMELIHARA
RASA MALU
Untuk Melengkapi Tugas Akhir
Kelas XII
Penulis : SRI WAHYUNI SIREGAR
Pembimbing : USTAZAH ANITA SORAYA
SMA SWASTA DARUL MUKHLISIN
Jl. Family No.1 Desa Tanjung
Karang Kec. Karang Baru
ACEH TAMIANG T. A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah yang telah melampirkan begitu banyak rahmat, cinta , serta nikmat
kepada kita. Sehingga , kita masih diberi kesempatan untuk belajar banyak dari
semua peristiwa dan keadaan disekitar kita. Shalawat berangkaiakan salam kepada
baginda Nabi besar kita yaitu Muhammad ﷺ , seorang teladan yang
baik serta seorang yang sangat bijaksana dan segalanya . yang telah membawa
ummat muslim dari jaman kebodohan kejaman yang sangat berilmu pengetahuan yang
saat ini kita alami.
Diantara beberapa faktor yang menyebabkan penulis untuk menyusun
karya tulis ini yang berjudul “ Urgensi Memelihara Rasa Malu” disusun sebagi
salah satu untuk menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren Darul Mukhlisin
dalam proses pembuatan karya tulis ini penulis telah mendapat banyak bimibingan
dan bantuan dari berbagai pihak , baik berupa materi maupun informasi.
Oleh karena itu sudah
selayaknya penulis mengucapkan terimakasih :
1.
Kepada orang tua penulis ayah dan ibu yang telah memebesarkan
dengan penuh kasih sayang dan cinta serta selalu memberi yang terbaik kepada penulis, juga
kepada enam saudara penulis yaitu , bang
darhot, kak ratih yang menjadi wali sementara selama penulis jauh dari rumah
serta yang teramat penulis cintai dan sayangi
yang telah banyak membantu penulis dan kedua orangtua dalam hal apapun,
melalui do’a dan dukungan serta motivasi, kak hasanah yang membantu ayah dan
ibu dirumah berjualan serta membayar uang wadaan penulis dal hal yang lain ,
bang hanafi, kak ratmi yang juga ikut membantu ayah dan ibu dirumah berjualan ,
bang amri yang telah menjadi salah satu motivator penulis masuk pondok dan
selalu memberikan yang terbaik kepada penulis dalam segala hal. Dan penulis mengucapakan kepada seluruh
anggota keluarga terimakasih banyak karena telah memberikan kasih sayang serta
cinta mereka kepda penulis yang telah menempatkan ketempat yang benar.
2.
Ustadz Rasyidin pinim , S.pdi. M.pd selaku mudhirul ma’had yang
telah banyak memberikan pengarahan dan nasihat kepada penulis.
3.
Ustadz Mahmuri , M.Pd.I
selaku kepala sekolah SMA yang berusaha keras demi kami murid-murid
beliau.
4.
Ustadzah Siti halijah, S.pd selaku ketua kesantrian yang telah
banyak meluangkan waktu dan tenaganya untuk para santriwati.
5.
Ustadzah Annisa maimanah
S.pd sebagai wali kelas yang telah banyak memberikan nasihat serta pengarahan ,
motivasi dan semangat yang banyak kepada penulis dan teman-teman seperjuangan.
6.
Ustadzah Anita soraya sebagai pembimbing penulis dalam melakukan
penulisan karya tulis ini, yang mana beliau telah bersedia meluangkan waktu
dalam memberikan pengarahan dan perbaikan pada karya tulis ini. Sekali lagi
terimakasih banyak karena telah membimbing penulis dalam karya tulis ini.
7.
Pada teman-teman seperjuangan penulis kelas XII angkatan 15 yang telah mewarnai hidup
penulis selama di ma’had ini berusaha belajar dengan giat semoga kita dapat
dipertemukan kembali di jannah Q subhanallah wata’ala.
8.
Seluruh adik yang ada dikamar as-syifa’, namira ,sauasan, nalia,
syifa, mahrin, vita,fairuz, arida, mutia, naura. Yang selalu patuh kepada
penulis , adik-adik yang baik budi
terimakasih .
9.
Dan unutuk semua orang yang
telah hadir di dalam kehidupan penulis.
Penulis sadar dalam pembuatan karya
tulis ini banyak kesalahan , kekuranga dan kejanggalan yang merupakan
keteledoran penulis. Maka itu harapan penulis agar para koreksi besar bagi
penulis dan akhirnya bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca dan kaum muslim
umumnya.
BAB I
( Pendahuluan )
A.
Latar Belakang Masalah
Islam
adalah agama yang mengajarkan pengikutnya untuk selalu berakhlak baik. Islam
juga sangat peduli pada setiap hal yang berhubungan dengan perangai dan
moralitas, salah satu bentuk ajaran akhlak yang baik di dalam islam adalah
sikap malu. Sikap malu adalah salah satu sifat yang harus dimiliki setiap ummat
islam , karena malu adalah salah satu dari 60 lebih cabang iman. Rasa malu
adalah suatu sifat yang ada dalam hati atau jiwa manusia ,yang mendorongnnya
melakukan suatu kebaikan , kebajikan dan ketaatan serta mencegahnya dari
perilaku yang buruk dan tercela yang memalukan seperti , perzianaan dan
perselimgkuhan yang sudah menjadi hal yang biasa di zaman ini. Dan diranah lain
, kriminalitas dan perilaku keji manusia semakin banyak seperti , pembunuhan,
penganiayaan, penipuan , pencurian , pelecehan sesksual dan tindak kriminal lainnya.
Oleh sebab itu , di dalam islam sangat penting untuk memelihara serta memiliki rasa malu dikarenakan malu
adalah sebagian dari iman dan malu adalah bagian utama dari seluruh bahan iman,
seperti sabda Rasulullahﷺ : “ Dan , rasa malu merupakan satu bagian penting dari
keimanan”
Terlebih khususnya bagi seorang muslimah ,
rasa malu haruslah ada pada dirinya. Sebab apabila seorang muslimah telah
hilang rasa malunya, maka akan mengakibatkan rusaknya peradaban dan
generasi-generasi selanjutnya. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ : “ Jika kita hendak
melihat suatu negeri maka lihatlah wanita-wanitanya. Apabila wanita-wanita
didalamnya baik akhlak dan perangainya maka baik pulalah negeri tersebut ,
begitu pula sebaliknya. Apabila rusak akhlak dan perangainya maka rusak pulalah
negeri tersebut.” Maka dari itu kunci segalanya adalah ketika seorang wanita
dapat menjaga iffahnya , maka ia dapat melestarikan peradaban di dalam
dirinya , bukan hanya didalam diri namun juga untuk negerinya, karena itu juga
menjadi wisalah yang menjadikan suatu negeri ataubidaknya. Di dalam hadist
mengungkapkan bahwa jika seorang wanita
memiliki rasa malu itu lebih baik dari seorang laki-laki yang memilikinya.
Dari
fathimah nashif berkata, “ jika rasa malu yang terdapat dalam diri laki-laki
dinilai baik, maka akan lebih baik lagi jika ia terdapat dalam diri perempuan.
Jika rasa malu dinilai meiliki keutamaan dalam diri laki-laki , maka sesungguhnya
ia lebih mulia jik terdapat dalam diri perempuan. Karena rasa malu itu akan
memberikan tambahan perhiasan dan keindahan bagi permpuan , menjadikannya lebih
dicintai dan disukai. Ciri-ciri kebaikan dalam diri perempuan adalah rasa malu.
Ciri-ciri keburukan dalam dirinya adalah tidak punya rasa malu. Rasa malu itu
merupakan pelindung keutamaan yang
selalu siaga. Ia adalah penjaga yang bisa dipercaya. Ia tidak mengizinkan siapa
pun untu merusak kehormatannya atau melewati batas area kekuasaanya. Ia adalah
yang mengahalangi keburukan menempati keutamaan. Bahakan, ia bisa menjauhkan
jarak diantara kebaikan dan keburukan dengan segenap kekuatan dan hati.”
B.
Rumusan Masalah
ü Apa urgensi dari memelihara rasa malu bagi
seorang muslim ?
ü Bagaimana cara islam dalam memelihar
rasa malu
ü Apa dampak ditimbulkan apablia tidak
memelihara rasa malu ?
C.
Tujuan Penulisan
·
Untuk mengetahui Pengertian Tentang Rasa Malu.
·
Untuk mengetahui Urgensi dari Memelihara Rasa Malu bagi Seorang Muslimah.
·
Untuk mengetahui Dampak
Buruk dari Tidak Memelihara Rsa Malu.
·
Untuk mengetahui Bagaimana
Cara Islam dalam Memelihara Rasa Malu.
D.
Metode Penulisan
Penulisan ini
menggunakan pendekatan kualitatif
BAB II
( Pembahasan )
A.
Pengertian Malu
Islam sangat menjunjung tinggi rasa malu, bahkan mengharuskan para
pengikutnya untuk memilikinya, karena malu adalah salah satu cabang keimanan , sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم : الحَيَاءُ مِنَ
الإِيمَانِ . Dalam hadits tersebut,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan bahwa “Rasa malu adalah sebagian dari iman” artinya rasa malu
salah satu budi pekerti yang dituntun islam untuk dimiliki untuk setiap
pemeluknya, karena rasa malu adalah suatu akhlak yang yang mendorong untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan hak orang lain.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Iman mempunyai enam puluh lebih
cabang, malu adalah salah satu cabangnya.” (H.R. Bukhari no.9, H.R Muslim no. 151, dan H.
R, Abu Daud no. 4676). [1]
Ini menunjukkan bahwa malu akan menuntunmu kepada enam puluh lebih cabang
lainnya. Jika engkau malu cabang iman yang lain akan mengiringmu. Malu adalah
bagian utama dari seluruh bahan iman,
الحياء (malu) berasal dari bahasa
arab yang artinya “hidup”. Maksud الحياء
(kehidupan) di sini adalah kehidupan dunia dan akhirat. Karena itu, siapa yang
tidak memiliki malu berarti dia mati di dunia dan sengsara di akhirat. Beberapa
ahli retorika Arab (Balaghah) mengatakan, “Raut wajah seseorang yang selalu
dihiasi rasa malu, laksana kebun yang tumbuh subur karena siraman air.” [2]
Malu berarti terkendalinya jiwa. Yakni, ia tidak
bisa melakukan perbuatan tercela atau sesuatu yang buruk. Rasa malu, atau الحياء dalam
bahasa Arab, didefenisikan sebagai suatu sifat yang ada dalam hati atau jiwa
manusia, yang mendorongnya untuk melakukan kebaikan , kebajikan dan ketaatan,
serta mencegahnya dari prilaku buruk, tecela, dan memalukan.[3]
Jadi, seorang pemalu tidak bisa melihat
dirinya hina dihadapan Allah تعالى, di hadapan manusia, atau di
hadapan dirinya sendiri.
Nabi صلى الله عليه وسلم , bersabda, “Setiap agama mempunyai akhlak.
Dan akhlak Islam adalah malu”. (H.R. Ibnu Majah no. 4181). Ini tidak berarti
dalam Islam hanya ada akhlak malu. Namun, akhlak islam paling sempurna adalah
rasa malu.
Al Junaidi berkata, “Rasa malu merupakan gabungan
dari pandangan seorang terhadap kenikmatan dan kelalaian. Dari keduanya akan
muncul suatu sifat disebut dengan malu. Pada hakikatnya malu itu adalah suatu
sifat yang mendorong manusia untuk meninggalkan keburukan, mencegah dirinya
dari perbuatan yang bisa merugikan orang lain.”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Hakim:
الحَيَاءُوَالإِيمَانُ فُرَنَاءُ جَمِيعًا، فَإِذَ
رُفِعَ احدُهما رُفِعَ الآخُرُ
“Malu dan iman itu dua
hal yang saling berhubungan, apabila salah satu diangkat maka yang lainnya pun
diangkat”. (H.R. Hakim dan dishahihkan sesuai dengan syarat muslim : ½).
Ma’bad al Juhani mengomentari tentang firman Allah :
يَٰبَنِيٓ
ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ
ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ٢٦
yang artinya “Dan pakaian taqwa itulah yang paling
baik.” (al-A’raf [7]: 26). Dia berkata, “Baju takwa adalah malu”. Oleh karena
itu Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Malu lebih ringan dari takwa dan seorang
hamba tidak akan takut (takwa) hingga ia memiliki rasa malu. Bukanlah ahli
takwa masuk ke dalam ‘rumah ketakwaan’ melalui pintu malu?.” [4]
Sifat malu juga
memiliki lawan yaitu sifat keji. Sifat keji adalah sifat yang buruk dan dalam
perkataan dan perbuatan ,serta kasar dalam berbicara sifat seperti itu adalah
sifat seorang penghuni neraka seperti yang disabdakan Rasulullah :
الحَيَاءُمِنَ الْاِيْمَانِ،وَالْاِيْمَانُ
فِي الجَنَّةِ، وَالِبدَاءُمِنَ الجَفَاءِ، وَالجَفَاءُفَي النَّا رِ
“ Malu itu bagian dari
iman, dan (ahli) iman itu masuk syurga, dan sifat tidak malu itu bagian dari kekejian dan (ahli) keji
itu masuk neraka”. (HR.Muslim dan Imam Ahmad)
Dan oleh sebab itu
sangat penting bagi setiap ummat muslim untuk memelihara rasa malunya .
Dikarenakan betapa besar dampak posotif dari memelihara rasa malu, dampak itu bukan hanya berguna
bagi orang yang memeliharanya, namun juga berdampak baik bagi orang – orang dan lingkungan di
sekitarnya.
Perbedaan malu dengan minder.
Banyak orang yang
mengira bahwa malu artinya rendah diri dan minder. Sejatinya, antara minder dan
malu sangat berbeda. Minder didefenisikan oleh para psikolog sebagai kebingungan
yang muncul pada diri manusiasebagai akibat dari situasi tertentu.
Minsalnya ketika guru bertanya pada murid. Murid tersebut minder dan tidak bisa
memaparkan pandangannya secara jelas. Minder bersumber dari sifat pengecut dan
dari rasa takut. Pribadi minder adalah pribadi lemah, yang tidak mengetahui
nilai dirinya. Sedangkan malu bersumber dari pribadi yang kuat, pribadi
yang menyadari nilai dirinya. Pribadi mulia yang enggan melakukan perbuatan
tercela.[5]
B. Jenis-jenis
Malu
&
Malu tabiat (Jibilli)
Sifat malu jibilli merupakan fitrah yang telah Allah Ta’ala
anugrahkan pada manusia, bersifat natural dan menjadi sifat dasar yang melekat
pada manusia, serta tidak bisa diusahakan. Contoh malu fitrah adalah seperti
seseorang yang merasa malu bila aurat vitalnya tersingkap atau terbuka. Rasa
malu ini pernah menimpa Adam dan Hawa pada saat aurat mereka terbuka. Kemudian
mereka berdua segera menutupinya dengan dedaunan. Sebagaimana firman Allah Subhana
wa ta’ala pada surah Thaha [20] ayat 121, yang artinya:
فَأَكَلَا
مِنۡهَا فَبَدَتۡ لَهُمَا سَوۡءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخۡصِفَانِ عَلَيۡهِمَا مِن وَرَقِ
ٱلۡجَنَّةِۚ وَعَصَىٰٓ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ
١٢١
“Dan maka keduanya memakan buah dari pohon itu, lalu nampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan dedaunan
surga, dan telah durhakalah Adam pada Tuhan dan sesatlah ia.”
&
Malu Ikhtiyar (Kasbi)
Malu kasbi yaitu suatu sifat yang muncul karena usahanya seorang
hamba dalam mengenal Allah, kedekatan hubungannya dengan-Nya, ketekunan
ibadahnya, pengetahuannya tentang orang-orang yang khianat dan hal-hal yang
disembunyikan oleh mereka.[6]
Imam ibnu al-Qayim al-Jauziyyah membagi sifat malu menjadi sepuluh macam[7]
;
1. Malu karena
berbuat kejahatan.
Maksudnya adalah
rasa malu orang yang melakukan maksiat. Seperti rasa malu yang dimiliki Nabi
Adam a.s. ketika dia lari ketakutan di dalam surga, Allah bertanya kepadanya,’’
Hai Adam, apakah kamu lari karena takut kepada-Ku?” Adam menjawab,’’Sama sekali
tidak wahai Tuhanku! Akan tetapi, aku malu kepada-Mu”.
2. Malu karena
lalai dalam menjalankan ibadah.
Maksudnya
adalah rasa malu orang yang tidak menyembah Allah Subhana wa Ta’ala
secara sempurna. Sebagaimana malunya para malaikat yang selalu bertasbih siang
dan malam tanpa berhenti. Kemudian saat Hari Kiamat tiba, mereka berkata, “Mahasuci
Engkau Tuhan, kami tidak dapat menyembah-Mu dengan bentuk ibadah yang paling
sempurna”.
Setiap kali
ketaatanmu pada Allah bertambah, pasti engkau bertambah malu kepada-Nya. Setiap
kali imanmu bertambah, pasti engkau bertambah malu padaNya. Karena merasa malu
karena lalai tidak akan pernah berakhir.
3. Malu yang
diperoleh karena penghargaan kepada seorang hamba atau disebut juga dengan
‘Malu makrifat’. Jenis malu ini sangat bergantung pada sejauh mana makrifat
seorang hamba terhadap Tuhannya .
4. Malu yang
timbul dari sifat kemurahan hati.
Seperti malunya Nabi Muhammadﷺ ketika menjamu kaum yang diundang untuk
menghadiri resepsi pernikahannya dengan Sayyidah Zainab. Saat itu, mereka
berlama-lama duduk dan menghabiskan waktu di dalam rumah Nabi, hingga Beliau
berdiri dan malu untuk berkata kepada mereka,” Beranjakklah kalian dari sini”.
5.
Malu karena ada hubungan keluarga.
Sebagaimana
yang dialami oleh sahabat ‘Ali bin Abi Thalib ketika dia bertanya kepada
Rasulullah tentang madzi ( cairan
yang keluar dari kemaluan ). Dia merasa malu karena kedudukan putri beliau
(Sayyidah Fathimah ) yang menjadi istrinya.
6.
Malu karena merasa hina.
Seperti rasa
malu seorang hamba kepada Tuahan ketika meminta agar segala permohonananya dikabulkan,
dengan penuh kerendahan diri dihadapan-Nya .
7. Malu didasarkan
karena cinta.
Maksudnya
adalah rasa malu seseorang kepada orang
yang dicintainya. Bahkan sekalipun tidak sedang bersama kekasihnya. Maka rasa
malu itu tetap bergejolak di dalam hatinya dan terbesit di wajahnya, sementara
dia tidakmenyadari apa yang menyebabkan dia merasakan seperti itu.
Diantara bentuk rasa malu Rasulullah saw
karena cintanya kepada Allah , beliau berdoa,
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي حُبَّكَ
وَحُبَّ مَنْ أَحَبَّكَ وَحُبَّ مَلٍ
يُقَرِّبُنِي إلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, berilah aku karunia mencintai-Mu, mencintai orang-orang
yang mencintai-Mu, serta mencintai amal yang bisa mendekatkan ku pada
cinta-Mu.” (HR. Al-tirmidzi [hadis no. 3491] ).[8]
8.
Malu dalam hal
beribadah kepada Allah. Yaitu merupakan penggabungan dari rasa cinta, takut,
dan pengakuan seoranng hamba akan ibadahnya yang tidak pantas dipersembahkan
kepada-Nya. Kedudukan Allah jauh lebih mulia dan agurng dari pada ibadah yang
dilakukannya. Rasa malu seorang hamba yang selalu mendengara dan tunduk pada
Tuhannya serta tidak menolak perintah-Nya.
Ini rasa malu yang ditunjukkan Nabi صلى الله عليه وسلم , ketika
kiblat mengarah ke Baitul Maqdis.
Sementara Nabi صلى الله عليه وسلم menghendaki kiblat tersebut mengarah ke
Ka’bah, apakah beliau berkata, “ Ya Allah, ubahlah arah kiblat ini?” Tidak.
Demikianlah rasa malu seorang hamba. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman.
“ kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit”. [9]
9.
Malu karena kedudukan
yang disandangnya. Ia muncul pada saat seseorang ssssmelakukan sesuatu, baik berupa
pengorbanan, amal kebajikan, maupun sedekah namun dia gagal. Dengan demikian,
dia akan merasa malu karena kehormatan yang disandangnya, namun dia tidak mampu
melakukan sesuatu yang diinginkan orang lain.
10. Rasa malu seseorang kepada dirinya sendiri, merupakan rasa malu yang dimiliki
oleh jiwa yang mulia, terhormat, dan tinggi kedudukannya. Seolah-olah memiliki
dua jiwa, yang mana salah satu dari keduanya merasa malu kepada yang lainnya.
Jenis rasa malu inilah yang paling sempurna. Jika seorang pada dirinya saja
merasa malu, apalagi kepada orang lain”. [10]
Dalam buku Buku
Pintar Akhlak, karya Dr. Amr Khaled (seorang motivator muslim dunia) membagi
malu menjadi 6 jenis, 2 di antaranya yaitu:
1. Malu karena
merasakan nikmat Allah padamu. Malu ini bersumber dari perasaanmu bahawa berbagai
nikmat Allah telah tercurah kepadamu. Engkau tidak mengetahui bagaimana cara
bersyukur kepada-Nya sehingga engkau pun malu kepada-Nya. Karena begitu banyak
nikmat yang telah Allah berikan padamu, maka engkau harus malu kepada-Nya.
Dibandingkan dengan nikmat yang kau terima, rasa syukurmu masih sangat sedikit.[11]
2. Malu karena
merasa keagungan Allah. Hal ini seperti rasa malu yang ditunjukkan oleh
malaikat Jibril a.s. dalam perjalanan Isra’ Mi’raj saat berada di langit yang
ketujuh, ketika nabi صلى الله عليه وسلم akan masuk ke Sidrat
al-Muntaha, ketika itu tiba-tiba Jibril berhenti. Nabi صلى الله عليه وسلم
bersabda, “Aku menoleh kepada Jibril.
Tiba – tiba ia seperti sehelai kapas yang bercerai berai.” Yakni karena takut
dan malu kepada Allah saaat merasakan keagungan-Nya.
Sifat malu yang
tercela
“Rasa malu” yang dapat membuat seseorang
menghindari perbuatan keji adalah akhlak yang terpuji, karena akan menambah
sempurnanya iman dan tidak mendatangkan satu perbuatan kecuali kebaikan. Namun,
ada “Rasa Malu” yang tidak semestinya diterapkan, yakni: rasa maslu
terhadap hal-hal baik dan tidak merugikan diri sendiri, rasa malu yang
berlebihan hingga membuat pemiliknya senantiasa dalam kekacauan dan
kebingungan, serta menahan diri untuk berbuat yang sepatutnya tidak perlu malu
untuk melakukannya. Malu saat menanggapi kebenaran sehingga ia meninggalkan amar
ma’ruf dan nahi mungkar dan menyebabkan dirinya tidak dapat
menunaikan hak sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam, serta menjerumuskan
kedalam beberapa perbuatan buruk, maka ini adalah akhlak yang tercela karena ia malu bukan pada
tempatnya.
Seorang ulama berkata, “Malu bukan pada tempatnya
adalah kelemahan.” Hasan al-Bashry juga berkata, “Malu ada dua macam, yang
pertama merupakan bagian dari iman, dan yang kedua merupakan kelemahan.”
Orang yang malu bukan pada tempatnya bisa dikatakan
rendah diri. Pemalu karena rendah diri itu identik dengan orang yang minim
kepercayaan diri, sempit pergaualan, tidak visioner, tidak kreatif, enggan
denga perubahan positif, dan sejenisnya.
Sifat ini justru berbahaya jika ada dalam diri seseorang. Karena itu akan
membunuh semua potensi baik yang ada di dalam dirinya.[12]
Contoh malu yang tercela:
ü
Seorang wanita yang bukan mahram mengulurkan
tangannya kepada seorang pria, lalu dia bersalaman dengannya hanya karena malu
pada wanita itu jika tidak menyalaminya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda, “labih baik salah satu di antara kalian dilukai dengan jarum yang
terbuat dari besi dari pada harus menyentuh perempuan yang tidak halal
baginya.”
ü Seseorang yang memberikan pinjaman sejumlah uang kepada temannya,
sedangkan dia kurang percaya pada temannya tersebut. Lalu dia ingin menjadikan
malaikat, jin, dan manusia sebagai saksi atas transaksi itu. Padahal,
hakikatnya dia merasa malu menjadikan orang lain sebagai saksi. Begitu juga
membeikan harta kepada orang yang bodoh, karena merasa malu darinya. Sehingga
orang bodoh itu menafkahkan hartanya dengan tidak benar.[13]
C. Keutamaan Sifat Malu
Memiliki rasa malu akan membuat kita bisa mengontrol diri. Kita akan merasa
malu jika sampai merenggut hak orang lain, melakukan perbuatan-perbuatan nista, mengnaniaya orang dan sebagainya. Rasa
malu itu akan mencegah kita untuk melanggar batas-batas yang telah ditentukan
Allah Subhana wa Ta’ala. Berikut ini beberapa keutamaan dari sifat malu,
yaitu:
A. Malu adalah
kunci segala kebaikan dan sebagai pengendali tutur, sikap dan pikir.
Malu merupakan suatu kebaikan yang menjadi
petunjuk untuk berbuat kebaikan. Rasa malu bermula dari keengganan seseorang
untuk berbuat buruk, karena takut dicap sebagai orang yang berbuat buruk,
akhirnya dia benar-benar meninggalkan keburukan tersebut. Dari sifat malu akan
muncul kesabaran dan keteguhan hati. Selain itu akan tercipta pula ketenangan.
Sebagaimana perkataan Rasulullah صلى الله عليه وسلم , “Sifat
malu itu tidak akan datang kecuali dengan membawa kebaikan.” (H.R. bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Qayyim al-
Jauziyah menjelaskan, bahwa “Orang yang tidak memiliki rasa malu sama dengan
orang yang tidak memiliki kebaikan sedikit pun”. Karena jika tidak
dikarenakan rasa malu, maka seorang tamu
tidak akan dilayani dengan jamuan, janji tidak akan ditepati, amanah tidak akan
dilaksanakan, kebutuhan tidak akan dipenuhi, dan sebagainya.[14]
Rasa malu bisa menjadi
prisai tak terkalahkan. Pada jenis keburukan apapun, rasa malu juga berperan sebagai pengendali nafsu
kita. Kita tidak akan sembarangan bersikap, berkata atau berfikir jika rasa
malu sudah menyatu dalam jiwa kita.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berlebihan dalam berkata-kata.
Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang bermanfaat. Jika
pun beliau bercanda dengan kerabat atau sahabat, candaannya pun tak pernah
menyakiti hati. Dalam Al-Qur’an Allah Subhana wa Ta’ala , berfirman:
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ
ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا
فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ
ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ٢٥ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ
كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ٢٦
“Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit? Pohon itu
memberikan buahnya [24]. (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu
dengnan izin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar
mereka selalu ingat [25]. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi tidak dapat tetap
(tegak) sedikit pun [26].” (QS. Ibrahim [14] ayat 24-26).
Alangkah malunya orang
yang tidak bisa mengendalikan lisannya. Lisan sama seperti identita diri. Jika
buruk lisan seseorang pasti kualitas akhlaknya pun buruk, begitu juga
sebaliknya. Allah Subhana wa Ta’ala telah merekan semua jejak perkataan
manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surah Qaaf [50] ayat 18:
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ
إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ١٨
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم , bersabda:
“Sesungguhnya seorang
hamba bisa jadi berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia pikirkan
(terlebih dahulu), padahal justru dengan sebab perkataannya itu, ia akan dapat
tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara timur dan
barat.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi). [15]
B.
Malu sebagai f itrah manusia.
Rasa malu merupakan sebagian dari ciri-ciri
khusus dan watak dalam diri manusia. Rasa malu ini bisa mencegah manusia dari
segala perbuatan yang diinginkannya, sehingga dapat membedakan dirinya dengan
hewan.
C.
Malu adalah bagian dari iman
Ibnu Abbas berkata, “Malu dan iman berada
dalam satu anyaman erat yang tak bisa dipisahkan. Seakan-akan keduanya telah
diikat dalam sebuah tali. Jika salah satu di antara iman dan malu itu dicabut
dari diri seorang hamba, maka yang lain akan mengikutinya”.
Diriwayatkan dari Nabi Sulaiman ‘alaihi
salam, bahwa beliau pernah berkata, “Malu itu merupakan penyangga iman.
Jika penyangganya rusak maka semua yang ada di dalamnya akan hilang.” (Ibnu Muflih, Buku al-Adab as-Syariyyah,
vol.2, hal. 277).
Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda, “Malu adalah sebagian dari iman, dan iman itu berada di surga.
Ketidaksopanan itu sebagian dari kelalaian, maka kelalaian itu berada di
neraka”. (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi).
D.
Malu adalah perhiasan terindah
Rasa malu bagaikan permata yang disimpan dalam
bejana bening .Tidak ada seorang pun yang memakai perhiasan lebih indah dan
memukau daripada rasa malu. Oleh sebab itu, iman manusia sebagai sesuatu yang
masih telanjang , pakaiannya adalah ketakwaan,dan perhiasannya adalah rasa
malu.
Ibnu Al- ‘Arabi’ meriwayatkan bait syair dari
beberapa orang arab.
Seperti saya melihat orang yang tak memiliki
rasa malu, dan tidak pula rasa amanah , bagaikan orang yang telanjang
ditengah-tengah kerumunan massa[16]
E.
Malu merupakan sebagian sifat Allah
Sesungguhnya, Allah yang maha suci dan mulia
bersifat malu. Allah malu kepada hamba-Nya yang terus menerus berdo’a
kepad-Nya, jika Dia menolaknya serta membalasnya dengan kesengsaraan dan tangan
hampa.
Salman meriwayatkan sabda Rasulullah, “Sesungguhnya
Allah itu memiliki sifat malu yang mulia. Dan malu jika seorang hamba mengangkat
tangannya untuk berdo’a, lalu Dia menolaknya dan membiarkan tangannya hampa.” [17],
namun sifat malu yang dimilik Allah berbeda dengan sifat malu hamaba-Nya. Allah
ttelah berfirman :
قَوۡمَ
فِرۡعَوۡنَۚ أَلَا يَتَّقُونَ١١
“ Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan dia, dan dialah yang maha mendengar dan melihat “ (
asy-Syuara [42] : 11)
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
berpendapat bahwa jenis sifat malu yang dimiliki oleh Allah tidak sama dengan
jenis malu yang dimilik hamba-Nya. Jenis malu Allah tidak bisa digambarkan oleh
pikiran dan tidak bisa dijankau oleh akal , ia adalah sifat malu yang mulia,
baik, murah hati, dan luhur. Dalam sebuah hadits qudsi meriwayatkan,”
Sesungguhnya seorang hamba itu tidak berbuat adil kepada-ku, ketika dia berdoa
meminta kepad-Ku dan aku pun malu untuk menolak permintaannya. Akan tetapi, dia
malah maksiat dan tidak mersa malu kepada-Ku.[18]
F.
Malu dan pemalu dicintai oleh Allah
Telah
disebutkan dalam hadits Ya’ala bin Umayyah bahwa sesungguhnya Allah mencintai
sifat malu dan juga sabar. Abu huraiarah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda
“ Jika Allah memberikan suatu kenikmanatan kepada hamba-Nya maka sesungguhnya.
Dia berharap bisa melihat damapk baik yang ditimbulkan oleh nikmat itu. Allah
membenci peminta-minta yang bersikap memaksa , Allah mencintai orang yang
bersifat malu dan yang bisa menjaga
diri.
G.
Malu adalah ajaran semua Nabi
Rasulullah ﷺ sebagai teladan bagi seorang
muslim dalam akhlak mulia , karena Rasulullah jauh lebih pemalu daripada
seorang gadis yang dipingit. Rasulullah telah menjelaskan bahwa malu
merupakan satu sifat yang masih utuh
serta dianggap baik dalam ajaran para Nabi terdahulu. Karena rasa malu adalah
sumber akhlak yang terpuji serta akhlak para nabi. Juga merupakan pendorong
untuk melakukan kebaiakan dan meniggalkan kejahatan .wajar saja jiak rasa malu merupakan
salah satu ajaran para Nabi terdahulu yang tidak akan terhapus seperti beberapa
syariat yang lain.
Rasa
malu juga menjadi karakter dasar para Nabi Allah .Sehingga mereka memiliki
sifat yang terpuji, yakni shiddiq ,tabligh, amanah, dan fathanah ,para Nabi
Allah telah menerapkan rasa malu dengan baik dalam diri mereka ,sehingga mereka
menjalankan apa yang sudah di amanatkan kepad mereka dengan sebaik-baiknya. Apa
yang disampaikan Allah , mereka sampaikan kepada umat dengan tepat dan benar
tidak dikurangi, tidak pula dilebih-lebihkan .Maka dari itu tidak ada salahnya
jika mengikuti jejak-jejak baik para Nabi Allah karena malu adalah akhlak para
Nabi serta suadah jelas disebutkan di dalam al qur’an. Maka dari itu seorang
muslim wajib memelihara rasa malu yang telah diberikan Allah kepada umat muslim
.Menjadikannya sebagai akahlak ,agar wariisan para nabi tersebut tetap
terpelihara dan menghiasi kehidupan.
H. Malu adalah
akhlak para Nabi dan Rasul
Abu hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda.
“ Sesungguhnya Nabi Musa a.s adalah seorang lelaki yang pemalu. Kulitnya
tidak pernah tampakkan karena malu, sehinnga orang dari bani israil
menyakitinya, mereka berkata “ Tidak ada sesuatau yang pantas ditutupi dengan
kain penutup kecuali terdapat cacat atau tubuh yang bengkak.”
Kemudian Allah membuktikan bahwa apap yang dikatakan oleh para bani israil kepada Nabi Musa yaitu tuduhan
bahwa Nabi Musa memiliki cacat pada tubuhnya. Pada suatu hari Nabi Musa hendak
dan memilih tempat yang sepi untuknya mandi.dia meletakkan pakaiannya diatas
sebuah batu, namun tak disangka-sangka dengan kekuasaan serta izinnya Allah batu
tersebut membawa lari pakaiannya, hingga Nabi Musa mengejarnya dan berkata. “
kembaliakan pakaianku hai batu , kembalikan pakaianku hai batu.” Dia terus
mengejarnya hingga sampai di suatu tempat dimana para pembesar bani israil
berkumpul. Para pembesar bani israil melihatnya dalam keadaan yang sedang
telanjang. Sungguh sanagatlah indah ciptaan Allah ,mereka berkata “sungguh Musa
tidak memiliki cacat pada tubuhnya sekalipun.” Lalu Nabi Musa mengambil
pakaiannya serta memukul batu tersebut.Demi Allah, di permukaan batu itu
terdapat bekas luka pukulan Nabi Musa , tiga ,empat, atau lima buah .
Salah satu contoh dari sifat malunya Rasulullah yakni, seperti yang
diriwayatkan oleh malik bin sha sha’ah, ketika itu Nabi berada dalam
kebimbangan untuk memutuskan pilihan antara ketenetuan Allah ,Nabi Musa dan
permintaanya kepada Allah agar meringankan jumlah shalat hinggamenjadi lima
waktu. Nabi Musa berkata kepadanya “ Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah
keringanan untuk umatmu”. Beliau menjawab. “Aku telah meminta kepada tuhanku
hingga aku mersa malu ,tetapi aku merasa malu. Tetapi aku telah rela dan
terima”
Abu sa’id Al-khudri berkata “Rasulullah adalah seorang yang sangat pemalu.
Rasa malunya melebihi gadis perawan yang berada dalam tirainya. Jika beliau
tidak menyuakai sesuatu, maka bisa mengetahui dari raut wajah beliau.”( Hr.
Al-bukhari dan muslim).
I.
Malu merupakan bagian dari akhlak islam
Mayoritas pemeluk agama-agama terdahulu memiliki
perilaku yang tertentu, kecuali malu. Malu adalah yang mendominasi pemeluk
agama islam. Karena malu merupakan akahlak yang paling utama bagi umat islam.
Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda. “ Sesungguhnya setiap agama
memilik akahlak tersendiri, akhlak agama islam adalah malu."( Hr. Ibn
Majah ). Sesungguhnya Rasulullah di utus untuk menyempurnakan akhlak. Jika
islam merupakan agama yang mulia, maka Allah memberikan perilaku yang paling
mulia yaitu malu. Karena malu merupakan penyempurna bagi kemuliaan akhlak.
D.
Rasa Malu Antara Laki-Laki dan Perempuan
DR Fahtimah Nashif berkata , “ Jika rasa malu yang terdapat dalam diri
laki-laki dinilai baik, maka akan lebih baik lagi jika ia terdapat dalam diri
perempuan. Jika rasa malu dinilai memiliki keutamaan dalam diri laki-laki, maka
sesungguhnya ia lebih mulia jika terdapat dalam diri perempuan. Karena rasa
malu itu akan memberikan tamabahan perhiasan dan keindahan bagi perempuan,
menjadikan lebih dicintai dan disukai. Ciri –ciri kebaiakn dalam diri perempuan
adalah rasa malu. Ciri –ciri keburukan dalam dirinya adalah tidak punya rasa
malu. Rasa malu itu merupakan pelindung keutamaan yang selalau siaga. Ia adalah
penjaga yang bisa dipercaya. Ia tidak mengizinkan siapa pun untuk merusak
kehormatannya atau melewati batas area kekuasaannya. Ia adlah yang menghalangi
keburukan menempati keutamaan. Bahakan, ia bisa menjauhkan jarak di antara
kebaikan dan keburukan dengan segenap kekuatan dan ketulusan hati.”[19]
E.
Rasa Malu Bagi Seorang Muslimah
Seorang wanita muslimah dihiasi dengan rasa malu. Hal
ini sebagaimana di isyaratkan Allah SWT , dalam Al- qur’ an, menceritkan salah
satu purti Nabi syu’aib yang diperintahkan
untuk memangil Nabi Musa salah seorang dari kedua wanita itu, berjalan dengan malu-
malu ,ia berkata “ Sesungguhnya ayahku memanggil kamu agar ia memberi
balasan terhadap ( kebaikan )mu memberi minum( ternak) kami” (Qs. Al – Qashas :25). Putri syu’aib a.s berjalan denga penuh ras iffah (
kebersihan jiwa), ketika bertemu seorang laki- laki. Berjalan dengan rasa malu dan jauh dari usaha
untuk menarik perhatian.
Seorang gadis anggun yang sholeha, secara
fitrah akan merasa malu ketika bertemu dengan laki-laki. Akan tetapi karena
kesucian serta keistiqomahannya ia tidak gugup, ia berbicara dengan jelas dan
sebatas keperluan.
Malu adalah perhiasan yang paling indah untuk
dimilik bagi setiap wanita muslimah karena, “ seorang perempuan tidak akan
memakai perhiasan yang lebih indah dan memukau daripada perhiasan rasa malu .”
sebagaimana sabda Rasulullah.” Tidak ada sesuatu pun yang bisa dilakukan oleh
sifat malu kecuali ia akan menghiasinya.”
F. Jilbab Sebagai Cermin Rasa Malu
Al-qur’an menjelaskan di dalam surah al-ahzab
ayat 59:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ
مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ
ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا٥٩
artinya: “ wahai
Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin,” Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Sesungguhnya, dantara jilbab dengan rasa malu
terdapat keserasian serta keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya itu
bagaikan sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bayak sekali
dari sastrawan dan penyair yang menganjurkan seorang wanita agar memakai
jilbabnya yang sesuai tuntutan islam. Karena jilba adalah keharusan bagi wanita
yang malu dan iffah. Salah satunya adalah syair yang dilantunkan oleh ‘Aisyah
at-tamuriyyah,
“ Dengan ke iffah –an, aku jaga jilbabku,
dengan penjagaan diri aku gapai semua kemuliaanku. Dengan ide yang cemerlang
dan tabiat yang baik, Aku sempurnakan akhlakku. Perilaku dan pendidikanku tak
akan membahayakanku, karena aku adalah bunga bagi manusia disekelilingku. Rasa
malu tidak mencegahku dari kemuliaan, tidak pula untaian kerudung dan cadar
yang bercahaya.”[20]
Penyair lain bersenandung:
“Tak ada yang bisa menjaga perempuan sperti
halnya peran rasa malu dan ‘iffah yang selalu menjaganya dari perbuatan
tercela.”[21]
Dari syair-syair diatas bahwa sudah jelas
jilbab adalah cermin dari wanita yang pemalau , dan seorang muslimah harus menjaga nya. Sifat-sifat malu wanita yang harus dijaga yakni;
·
Menjaga panadangan dari hal yang tidak
diperbolehkan dalam islam
·
Tidak melemah lembutkan suara ketika berbicara
pada lawan jenis
·
Tidak tertawa secara berlebihan ( terbahak-
bahak )
·
Dilarang wanita untuk melenggak lenggok untuk
mencari perhatian terhadap lawan jenis[22]
Para sahabat
Rasulullah juga memiliki rasa malu,mereka mencontoh akhlak mulia Rasulullah
yang salah satunya adalah rasa malu. Diantara golongan sahabat, ada sebagian
orang yang diberikan kekhususan oleh Allah dengan memiliki sifat malu. Yaitu
‘Utsman bin affan yang memiliki julukan dzunnurain., Rasulullah bersabda tentangnya,”Bagiamana saya tidak
malu kepada seorang ( yang dimaksud adalah ‘utsman ), sementara malaikat pun
malu kepadanya.” ( Hr.
Muslim no. 2402). Rasulullah juga bersabda, “ Malu itu sebagian dari
iman, dan orang yang paling malu dari umatku adalah ‘utsma.”[23]
Tidak
hanya ‘utsman saja,namun juga seperti Abu Musa, Ibnu ‘Abbas serta para
sahabat-sahabat Rasulullah yang lain juga memiliki rasa malu.
G. Pembagian Malu Menurut Obkjeknya
1.
Malu kepada diri sendiri
Rasa malu seseorang terhadap dirinya sendiri
merupakan sifat malu yang dimiliki oleh jiwa-jiwa yang mulia. Ini merupakan
derajat malu yang paling sempurna, jika seorang hamab bisa malu kepada dirinya
sendiri, maka sudah pasti rasa malunya kepada orang lain akan lebih besar.
Husain
bin muthir melantunkan syair :
“ Muliakanlah dirimu sendiri dari beberapa
hal.kamu tidaka akan memiliki jiwa lain kecuali meminjam dari dirimu sendiri.
Jangan kamu dekati perkara yang diharamkan, karena kelezatannya akan habis dan
yang tersisa hanyalah kepahitan.”[24]
2.
Malu kepada malaikat
Maksudnya, hendaklah kalian malu dari para penjaga yang mulia itu. Muliakan dan
hormatilah mereka, karena para malaikat mengetahui segala hal yang bisa membuat
kalian malu jika dilihat oleh sesama manusia.
3.
Malu kepada sesama manusia
Malu kepada manusia merupakan perilaku yang
baik. Dengannya, manusia bisa menjauhkan diri dari aib, bisa menebarkan
kebaikan dan bisa menjaga dirinya, serta membiasakan diri untuk melakukan
perbuatan yang terpuji.
Hudzaifah
bin al-yaman berkat, “Orang –orang yang tidak mamiliki rasa malu kepada orang
lain. Maka dia tak akan mendapatkan kebaikan sedikitpun dalam dirinya.”[25]
Ibnu mas’ud berpesan, “siapa yang tidak malu kepada sesama manusia, maka dia
tidak akan malu kepada Allah.”
4.
Malu kepada Allah SWT
Rasa malu kepada Allah adalah tingkatan malu
yang paling tinggi diantara rasa malu yang lain. Siapa yang merasa malu kepada
sesama manusia dari perbuatan yang dianggap tercela, maka hal itu akan
mendorong diri untuk lebih memiliki rasa mlau kepada Allah. Sehingga dia tidak
akan menyia –nyiakan kewajiban serta melakukan kesalahan. Karena seorang mukmin
yakin bahwa Allah senantiasa mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya. Hal
ini mewajibkan dirinya untuk mersa malu kepada Allah. Karena Allah mengetahuo segala
sesuatu yang dikerjakan oleh hamab-Nya.
Ibnu mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda kepada para sahabatnya, “ Malulah kalian kepada Allah dengan
sebenar-benarnya” , mereka bertanya , “ Sesungguhnya kami merasa malu wahai
Rasulullah”, beliau menjawab bukanlah rasa malu yang seperti kalian sangka.
Akan tetapi , siapa saja yang merasa malu kepada Allah dengan rasa malu yang
sebenar-benarnya,maka hendaklah ia menjaga kepala dan seluruh indranya, baik
luar maupun dalam untuk tidak digunakan
kecuali dalam hal yang halal. Hendaklah
ia menjaga dan seluruh anggoata tubuh yang dekat dengannya, yaitu hati, farji,
tangan, dan kaki, sehingga tida dipergunakan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Hendaklah ia mengingat mati dan
kehancuran .”
H. Rasa Malu yang Ada pada Orang Kafir
Adapun rasa malu yang ada pada sebagian orang
kafir adalah malu yang bersifat tabiat dan watak saja. Tidak mustahil jika
dalam diri orang kafir masih terdapat fitrah mulia manusia yang tidak dirusak
oelh faktor lingkungan. Jika seorang kafir memiliki sifat malu, maka dia telah melakukan
pendekatan kepada Allah, karena memiliki salah satu cabang keimanan, namun hal
tersebut tidak mengharuskan dirinya bisa disebut sebagai orang yang beriman.
Karena derajat tertinggi dari semua cabang iman adalah kalimat tauhid. Kalimat
tauihd adalah syarat mutlak dari keabshahan cabang-cabang yang lain.
Jadi meskipun seorang hamba telah memiliki semua cabang iman, tetapi tidak
diiringi dengan syahadat maka otomatis semua cabang iman tersebut akan batal
atau pun tidak sah serta tidak bisa memberikan manfaat kepada orang kafir di
akhirat nanti. Namun Allah akan memberikan balasan sifat itu pada kehidupan
dunia saja, karena Rasulullah telah bersabda:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan membalas
kebaiakan seorang mukmin denga kezhaliman dunia dan akhirat nanti. Adapun
terhadap orang kafir, dia akan di berikan balasn di kehidupan dunia atas
kebaiakn yang telah dilakukan, sehingga ketika dia kembali ke akhirat dia tidak
memiliki kebaikan apapun yang bisa di balas.”[26]
SEBUAH
NASIHAT :
Ibnu Qutaibah
berkata, “Sesungguhnya malu itu bisa mencegah pemiliknya dari perbuatan
maksiat, seperti halnya yang dilakukan
oleh imam. Maka, ia bisa dinamakan sebagia iman, apabila bisa menempati
posisinya.Adapun rahasia dari penyebutan rasa malu dalam hadist tersebut adalah karena ia seperti sebuah
pendorong terhadap cabang-cabang iman yang lain. Orang yang memiliki
rasa malu atau keburukan kepada keburukan dunia dan akhirat , sehingga dia akan
selalu tunduk dan mawas diri.
Hal ini
merupakan dasar dari keteakwaan dari salah satu pondasi keimanan. Adanya
pondasi bukanlah sebuah bangunan , meskipun adanya pondasi menunjukkan bahwa suatu
bangunan itu hampir terwujud. Kita
jangan kagum jika menemukan orang kafir yang memiliiki rasa malu. Hanya saja ,
ketekukna dan kesibukannya di dunia tidak meberikannya anugerah keimanan.
Meskipun dia berhasil menggapai
keimanan, akan tetapi kelalaian terus mengrong-rongnnya agar tubuh didalam
hatinya tidak tumbuh akar-akar keimanan berkembang, dan berbuah. Seorang kafir
yang memilikirasa malu itu hampir saja masuk kedalam pintu keimanan , akan
tetapi dia belum masuk. Siapa yang malu kepda Allah , maka Allah tidak akan
kehilangan dalama dirinya apa yang telah diperintahkan dana tidak menemukan dalam dirinya apa yang telah dilarang.”
Belajar Mencintai Malu .
Jika akahlak merupakan sifat
alami dalam diri manusia, maka ia tidak mungkin bisa diubah, diganti dan
diperbaiki seperti halnya sifat jasmani seperti tinggi,pendek,dan warna kulit.
Oleh karena itu hokum syariat islam tidak akan menuntut kita untuk berperilkau
dengan akhlak yang baik dan meninggalakan akhlak yang buruk.
Karena dalam kaidah disebutkan “ Tidak ada pemaksaan kecuali dengan
batas kemammpuan” dan “Tidak ada tuntutan untuk mengerjakan hal yang mustahil terwujud”.Allah
SWT berfirman:
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا٩
وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠
“ Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya meruudilah orang yang mengotorinya”(
As-syams [91]:9 -10)
Allah tidak menyebutkan “ sungguh
beruntung orang yang belajar bagaimana mensucikan jiwa.” Ini merupakan satu
isyarat bahwa yang dimaksud dengan tata cara menyucikan jiwa dengan
amalan-amalan yang memang bisa membersihkan dan menyucikan jiwa. Karena ilmu
itu tidak hanya sekedar teori saja.[27]
Rasulullah telah bersabda ,
“ sesungguhnya mendapatkan ilmu itu dengan proses belajar , kesabaran itu
diperoleh dengan memaksakan diri untuk bersabar. Siapa yang bermaksud untuk
berbuat baik maka dia akan diberikan, dan siapa yang berusaha menjahui
kejahatan maka dia akan dijauhkan dari dirinya.”[28]
Akan tetapi, secara fitrah
manusia itu berbeda-beda dalam hal kemampuan, kekuatan, dan persiapan
mereka untuk memperbaiki dan mengubah akhlak. Siapa saja yang secara fitrahnya
memiliki akahlak tertentu , maka sudah baginya untuk menerapkan akhlak tersebut
di dalam dirinya. Karena fitrah yang dimlikinya akan membantu mengarahkan dia
pada akhlak tersebut. Berikut beberapa sarana yang bisa menyebabkan seseorang
memiliki sifat malu dan sifat ini akan melekat dalam jiwa.
1.
Menjauhkan diri dari kebiasaan- kebiasaan yang diakibatkan oleh
sedikitnya rasa malu , baik itu berupa perbuatan maupun perkataan, seperti
perkataan kotor dantidak sopan.
2.
Membiasakn diri untuk melihat keutamaan sifat malu, selalu mengingatnya
dalam hati menguatkan hati untuk mendapatkan derajat malu yang paling tinggi ,dan
terus berusaha untuk bersikap malu.
3.
Menguatkan iman dan kepercayaan dalam hati , karena rasa malu
merupakan buah dari keimanan dan makrifat kepada Allah.
4.
Beribadah dengan cara mentadabburi Asma’ul husna , karena itu bisa
menghadirkan rasa kewaspadaan diri dan perbuatan baik, contohnya adalah
nama-nama asy-syahid,ar-ra’ib, al-alim,as-sami’,al-bashir,al-muhith,dan
al-hafizh.
Hatim al- ‘asham berkata , “ Biasakanlah diriu dengan tiga hal , yaitu ;
a)
Jika kamu bekerja maka ingatlah bahwa Allah melihatmu.
b)
Jika kamu berbicara maka ingatlah bahwa Allah mendengarmu dan,
c)
Jika diam maka ingatlah bahwa Allah mengetahui dirimu.
5.
Menunaikan ibadah wajib dan sunnah secara rutin, seperti shalat
yang telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,
ٱتۡلُ
مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ
عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ
مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
“ Sesungguhnya
shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
{ Al- ankabut [29] : 45)
6.
Membiasakan diri untuk menjaga kejujuran, serta menjauhkan diri
dari dusta. Karena kejujuran akan mengahantarkan manusia kepada kebajikan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “ Bagi
kalian untuk jujur, karena jujur akan menunjukkan pada kebaikan. Sesungguhnya
kebaikan akan menuntun jalan ke surga.”[29]
Malu merupakan salah satu bentuk kebaikan.
7.
Membiasakan diri untuk berperilaku malu, sehingga perlahan-lahan akan
melekat di dalam jiwa serta menjadi tabiat.
8.
Berteman dengan orang-orang yang baik atau sholeh sert mengambil
pelajaran dari sifat malu mereka.
Sebagian ulama’ berkata, “ Hidupkanlah rasa malu kamu dengan bergaul
bersama orang-orang yang layak disegani ( di sikap malu ).
9.
Berupaya untuk menghadirkan rasa malu yang mulia seperti yang
dimiliki Rasulullah serta meneladani karakter beliau yang mulia. Dan juga
seperti para sahabat Rasul dan perjalanan hidup mereka terlebih para khulafa ar-rasyidin, sepulun
orang yang dijanjikan mendapatkan surga , para pejuang di perang badar, para
pengikut di baiat ridwan , dan semua golongan Al- muhajirin dan anshar ,
setelah itu berupaya meneladani perjalanan hidup ahli ilmu dan iman
10.
Menjauhkan diri dari lingkungan-lingkungan yang rusak atau buruk.
I. Dampak Buruk dari Tidak Memelihara
Rasa Malu.
Jika malu bisa membuat seseorang
yang memeliharanya menjadi mulia, namun juga bisa membuat seseorang yang tidak
memeliharanya menjadi hina ataupun buruk. Contohnya seperti ;
·
Para penguasa yang saling berebut kuasa. Mereka menebar fitnah dan
menempuk kepentingan pribadi. Bahkan, demi kesejahteraan pribadi, banyak dari
mereka yang mengambil uang rakyat, melakukan kebohongan publik , menyuap,
melakukan pencucian uang, dan sebagainya.
·
Dimana para wanita sengaja
menggunakan busana yang menonjolkan keindahan tubuh mereka, memamerkan aurat
mereka dengan menggunakan pakaian yang sangat terbuka.
·
Hubungan lawan jenis diluar pernikahan seperti , perselingkuhan dan
pacaran yang sudah menjadi trend ataupun hal biasa dikalangan masyarakat zaman
sekarang.
·
Tindakan kriminalitas yang makin marak terjadi seperti, pembunhan,
penganiayaan, pencuriaan, penipuan, pelecehan, dan tindak kriminal lainnya.
Jika seseorang sudah tidak lagi memelihara rasa malunya atau sudah
dicabut rasa malu darinya maka itu adalah sebuah kebinasaan. Seperti sabda Nabi
ﷺ,
“ Apabila Q hendak membinasakan seorang hamba, Dia mencabut rasa malu darinya.
Apabila rasa malu itu sudah dicabut , engkau akan melihatnya dibenci dan
dijahui manusia. Apabila kau lihat ia dibenci dan dijauhi, dicabutlah sikap
amanah darinya. Apabila sikap amanah itu sudah dicabut, kaulihat dia menjadi
khianat dan dianggap sebagai pengkhianat. Apabila ia khianat dan dianggap
pengkhianat , dicabutlah sifat kasih sayang darinya. Apabila sifat kasih sayang
itu sudah dicabut, kaulihat ia menjadi orang yang jahat dan terlaknat. Apabila ia
jahat dan terlaknat, dicabutlah ikatan islam darinya”.[30]
Serta Allah akan mengazab bagi orang-orang
yang tak punya malu seperi kisah-kisah berikut :
& Azab kaum Nabi luth
Nabi
luth adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri sedum atau sodom dam
gomorrah. Beliau ditugaskan untuk berdakwah kepada kaum yang tinggal di negeri
sodom, syam dan palestina. Luth adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi
Ibrahim A.s. beliau kemudian berhijrah ke negeri yang
diperintahkan untuk melaksanakan kewajibannya berdakwah mengajak manusia
menyembah Allah , serta menyebarkan
akidah yang benar .
Nabi luth berpindah ke negeri sodom dan
Gomorrah. Dua tempat itu adalah dua kota yang besar yang dimusnahkan oleh
Allah. Masyarakat sodom dan Gomorrah telah melakukan penyelewengan seksual,
yakni berhubungan dengan sesama jenis. Mereka mendatangi sesama laki-laki dan
melakukan perbuatan yang sangat memalukan serta menjijikan. Perbuatan itu
mendatangkan murka Allah yang sangat besar.
Karena itu , saat perintah untuk meluruskan
budaya “ tidak tahu malu” masyarakat sodom dan Gomorrah itu dating pada Nabi
Luth , beliau segera hijrah ke tempat yang dimaksud. Di sana, beliau menyerukan
ajran Allah. Nabi luth juga meminta
masayarakat sodom dan Gomorrah untuk bertaubat dan meninggalkan perbuatan memalukan
itu.
Namun, seruan Nabi luth itu sama sekali tidak
diindahkan. Mereka bahkan menertawakan dan mengakali Nabi luth. Nabi luth denga
perawakan yang tampan , digoda dan dirayu untuk melakukan hubungan intim sesama
jenis. Namun, Nabi luth sama sekali tidak terpengaruh oleh godaan dan rayuan mereka.
Kaum sodom dan Gomorrah mereka melakukan
banyak intimidasi terhadap Nabi luth, jika Nabi luth tidak mau mengikuti
tradisi dari kaum sodom , maka Nabi luth akan dapat perlawanan dari penduduk .
saat itulah Nabi luth meminta perlindungan kepada Allah.
Allah
memerintahkan nabi luth untuk pergi meninggalkan kota sodom dan Gomorrah.
Lantas, jibril diutus Allah untuk mengangkat kota mereka hingga ujung langit ,
kemudian membalikkannya. Belum cukup dengan itu , Allah memberikan hukuman
berupa hujan batu dari tanah yang terbakar. Seluruh penduduk sodom dam Gomorrah
luluh lantak tidak ada yang tersisa, bahakan istri Nabi luth yang enggan
mengikuti ajaran suaminya, turut binasa. Seperti di dalam firman Allah dalam {
Qs. al-qamar [54] : 33-35 }
كَذَّبَتۡ
قَوۡمُ لُوطِۭ بِٱلنُّذُرِ٣٣ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِمۡ حَاصِبًا إِلَّآ ءَالَ
لُوطٖۖ نَّجَّيۡنَٰهُم بِسَحَرٖ٣٤ نِّعۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَاۚ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي مَن
شَكَرَ٣٥
“
kaum luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman ( Nabinya ). Sesungguhnya kami
telah menghembuskan kepada ereka angin
yangmembawa batu-batu ( yang menimpa mereka ), kecuali keluarga luth.
Mereka kami selamatkan sebelum fajar menyingsing
, sebagai nikmat dari kami. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur”. ( Qs. Al-qamar [54] : 33-35 ).
& Azab kaum nabi syu’aib
Nabi
syu’aib adalah nabi yang bersal dari keturunan Nabi luth A.s ia diutus oleh Allah kesuatu negeri
bernama madyan. Setelah kematian Nabi luth A.s, kau madyan tidak lagi
menyembah. Mereka kembali musyrik, melakukan kemaksiatan dan kemungkaran.
Masyarakat madyan menyembah pohon tua dan besar yang disebut pohon aikah.
Bukan hanya itu, mereka senang merampas, mencuri, merampok, dan membajak
harta para musafir yang dating ke daerah mereka. Dan yangat dikenal dari
masyarakat madyan adalah mereka selalu mengurangi timbangan dalam kegiatan
muamalah mereka. Saat bertransaksi , mereka melakukan penipuan serta kebohongan
, sehinnga banyak para pembeli yang merugi. Oleh karena itu , Nabi syu’aib
diutus oleh allah untuk berdakwah ke madyan. Beliau menyeru kaum madyan untuk
menyembah kepada Allah. Dalam surat
huud, Allah berfirman :
۞ وَإِلَىٰ مَدۡيَنَ أَخَاهُمۡ شُعَيۡبٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ
ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ وَلَا تَنقُصُواْ ٱلۡمِكۡيَالَ
وَٱلۡمِيزَانَۖ إِنِّيٓ أَرَىٰكُم بِخَيۡرٖ وَإِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٖ
مُّحِيطٖ٨٤
“Dan, kepada ( penduduk ) madyan ( kami utus )
saudara mereka , syu’aib. Ia berkata “ hai kaumku , sembahlah allah . seskali tiada tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi
takaran dan timbangan. Sesungguhnya , aku melihat kamu dalam keadaan yang baik
( mampu ) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang
membinasakan ( kiamat ).”
( Qs. Huud [11] : 84 ).
Akan tetapi, semua dakwah Nabi syu’aib tidak digubris oleh masyarakat
madyan. Bahkan, dengan argumentasi yang sangat kuat , sehingga Nabi syu’aib
disebut sebagai khathibul anbiya’,tetap saja tidak membuat kaum madyan
terbuka hatinya . Nabi syu’aib membuka kembali sejarah bapak mereka yang
beriman kepada Allah, serta memberitahukan jika azaab Allah sangat pedih bagi
mereka yang musyrik dan munkar. Namun, tetap sja masyarakat madyan tidka
mengindahkan semua itu. Nabi syuaib malah mendapatkan ancaman dari kaumnya.
Oleh karena itu, Nabi syu’aib meminta perlindungan dari Allah, dan Allah pun
memerintahkannya untuk meninggalkan kota madyan bersama orang-orang yang mau
beriman kepada Allah.
Allah kemudian mendatangkan cuaca yang begitu panas, tanaman-tanaman
menjadi kering, sumur-sumur dan sungai-sungai juga mongering. Hewan- hewan
ternak juga banyak yang mati, tak lagi ada hasil susu dan daging. Pohon-pohon
juga banyak yang tummbang dan kering. Kota madyan menjadi kota yang tak
bersahabat lagi bagi penduduknya. Para pendudukpun mencari tempat teduh. Mereka
melihat ada awaan gelap berukuran besar. Mereka mengira bisa berlindung diawan
itu. Merekapun pergi kesana. Namun, awan yang mereka sangka sebagai rahmat
ternyata mengeluarkan bola api besar yang membakar mereka semua sampai mati.
Gempa dahsyat pun terjadi. Gunturpun menggelegar begitu keras.
& Azab Qorun
Qorun adalah anak
dari paman Nabi Musa AS. Dengan kata lain Qorun adalah sepupu Nabi Musa AS.
Ayah Nabi Musa yang bernama imron adlah kakak dari ayah qorun yang bernama
yashhar. Baik nabi musa maupun qorun adalah keturunan Nabi ya’kub. Sebab
keduanya merupakan cucu dari laway, dan lawaay adalah putra Nabi ya’kub.
Qorun merupakan
leluhur bani issrail. Hanya saja, semasa hidupnya qorun banyak memeras dan
merampas harta kaumnya sendiri. Sehingga, bani israilpun banyak membenci qorun.
Pada awalnya,
qorun adalah seorang yang sangat sholih,baik, pengikut Nabi Musa. Hanya saya,
ia sangat miskin. Suatu hari ia datang menghadap Nabi Musa minta didoain agar
menjadi orang kaya. Saat nabi musa bertanya apa alasannya ingin kaya qorun
menjawaab bahwa dengan harta kekayaan nanti ia bisa lebih mendapatkan
ketenangan, ia bisa beribadah dengan khusyuk. Ia juga akan mendermakan
harta-hartanya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Qorun juga ingin
membantu bani israil yang kesulitan hidup. Sehingga, bani idsrail bisa lebih
sejahtera dan makmur.
Mendengar jawaban
itu, Nabi Musa mengiyakan permintaannya. Oleh karena itu Nabi pun musa
mendoakan qorun agar terbebas dari kemiskinannya. Dan dngan atas izin Allah,
kehidupan qoorun lambat laun mulai berubah. Qorun mendapat keuntungan dari
hasil ternaknya. Ia tidak lagi miskin , sebab sudah bisa membeli makanan dan
pakaian layak. Bukan hanya itu, kekayaan terus bertambah setiap harinya.
Sehingga qorun benar-benar menjadi orang yang kaya.
Namun, sayang
kekayaannya telah menjadikannya lupa dan durhaka kepada Allah. Niat awal agar
bisa khusyuk ibadah dan membantu sesama sama sekali tidak terealisasi. Qorun
yang tadinya miskin tapi baik hati dan sholih kini menjadi kaya m sombong dan
durhaka. Ia juga sering mentertawakan dan mwnghina kaumnya yang miskin.
Bahkan karena
harta kekayaannya itu qorun tidak beriman kepada Allah, ia ikut menyembah
berhala patung kepala buaya bernama
‘sobe’. Ia jadi lupa pada siapa yang telah memberikannya kekayaan. Ia menngira
bahwa kekayaan yang didapatkannya adalah murni daaari usahanya sendiri.
Padahal, Aaallah-lah yang melimpahkan hartanya. Allah melimpahkan harta qorun
juga atas doa Nabi Musa AS.
Sangkin kayanya
qorun, kunci-kunci gudangnnya tida lagi dapat dipikul oleh manusia, tapi dibawa
oleh 60 ekor unta, sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an:
۞ إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ
وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ
أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ
ٱلۡفَرِحِينَ٧٦
“Sesungguhnya, qarun adalah termasuk kaum nabi musa.
Ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya .perbendaharaan
harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat. ( Ingatlah ) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu
terlalu bangga; sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.” ( Qs. Al-qashash [28]: 76 )
Suatu hari qarun pamer harta
kekayaan. Ia keluar denga pakaian yang sangat mewah, didampingi oleh 600 orang
pelayan; 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Buakan hanya itu, ia
juga dikawal 4000 pe ngawal dan diiringi oleh 4000 binatang ternak yang sehat,
dan juaga 60 ekor unta yang membawa kunci-kunci kekayaannya.
Orang-orang sangat terkesima dan kagum melihatnya, betapa banyaknya
harata yang dimiliki oleh qarun.
Suatu hari , nabi musa as. Diperintahkan oleh Allah untuk mengerjakan
zakat. Nabi musa mengutus seorang
pengikutnya untuk mengambil zakat dari qarun. Namun, qarun tidak mau memberikan
zakatnya ia malah memarahi utusasan nabi musa tersebut. Ia menghardik
orang-orang yang meminta harta yang susah payah ia kumpulkan. Harta itu tidak
ada kaitannya dengan Allah ataupun dewa.
Bukan hanya itu, ia juga
memfitna nabi musa as, ia mengirimkan wanita untu menebrkan fitnah bahwa wanita
itu telah berbuat serong dengan nabi musa as. Fitnah kejam itu membuat kaum
bani israil tidak suka kepada nabi musa.
Nabi musa as pun mersa sedih.
Beliau langsung shalat dan berdoa kepada Allah agar Allah menampakkan
sesungguhnya. Selesai nabi musa berdoa, Allah pun menampakkan kekuasaan-Nya.
Wanita itu kemudian berkata, “ musa tidak berbuat apa-apa kepadaku. Aku diupah
oleh qarun untuk mengatakan bahwa aku dihamili oleh musa.” Fitnah itu pun
berakhir , dan repotasi nabi musa terselamatkan.
Namun, tidak hanya sampai disitu
saja qarun juga menantang nabi musa untuk berdoa bersama. Siapa yang doanya
yang dikabulkan , dialah benar yang harus diikuti. Qarun berdoa, “ wahai dewak penguasa jagat
raya, matikan musa saat inu juga.” Namun, beliau tetap hidup dan berdiri tegak.
Kini giliran nabi musa yang berdoa, beliau berkata, “ Ya Allah, atas
ridha-Mu, tenggelamkan si qarun dan seluruh kekayaaannya saat ini juga kedalam
bumi.”
Tidak lama kemudian, bumi pun
beruguncang dan terbelah. Akibatnya , tubuh qarun dan seluruh kekayaannya habis
ditelan bumi.
Allah berfirman :
فَخَسَفۡنَا
بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٖ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ
ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ٨١
“ maka, kami benamkan qarun besrta
rumahnya ke dalam bumi. Maka , tidak ada
baginya suatu golongan pun yang
menlongnnya terhadap azab Allah. Dan, tiadalah ia termasuk orang-orang ( yang
dapat ) membela ( dirinya ).” ( Qs.
Al-qashash [28]: 81 )
Dari
kisah-kisah diatas, kita menjadi tahu bahwa betapa besar azab Allah bagi
orang-orang yang buruk akhlaknya serta tidak memelihara rasa malunya. Juga
menjadi peringatan bagi umat muslim agar selalu berbuat baik kepada sesama umat
serta memiliki akhlak yang mulia dan rasa malu yang tinggi.
Bab
III
( Penutup )
A. Kesimpulan
- Kata malu ﺤﻴﺎﺀ (malu) adalah leburan dari kataﺤﻴﺎۃ ( hidup). Malu dibangun diatas dasar hidupnya
hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila
keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang
telah hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan
kecelaka di akhirat.
- Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu
akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang
memperhatikan haknya orang yang memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlaq
sifat malu terbagi menjadi tiga : Malu kepada diri sendiri, malu kepada
sesama manusia, malu kepada allah.
- Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu
ada banyak cara diantaranya yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri
kita sendiri yaitu dengan membiasakan berkata jujur dan berperilaku yang
benar.
- Sifat malu mempunyai beberapa keutamaan,
di antaranya : malu dapat mengantarkan seseorang masuk surga, mencegah
seseorang berbuat maksiat, malu adalah akhlak malaikat dan malu adalah
cabang dari iman.
B. Saran
dan Penutup
Kita sebagai umat islam haruslah mempunyai rasa malu karena
seseorang apabila bertambah kuat rasa malunya maka ia akan melindungi
kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan
kebaikan-kebaikannya.
Demikian makalah yang penulis buat tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan, penulis mengharap kritik dan saran yang mendukung demi terwujudnya
makalah yang baik.
Meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca dan penulis khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
§ Hefni, Azizah. 2015. Jika tidak malu
maka berbuatlah semaumu. Yogyakarta: DIVA press.
§ Dr. Khalid, Amr. 2010. Buku pintar
akhlak memandu anda berkepribadian muslim dengan lebih asyik, lebih otentik.
Jakarta: Zaman.
§ Dr. Al-muqaddam, Muhammad isma’il. 2008. Fikih malu, menghiasi hidup dengan malu. Jakrta: Nakhlah pustaka.
[1] Amr Khaled, Buku Pintar Akhlak, (Jakarta, Zaman, 2010), hal. 170
[2] Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, Fikih Malu Menghiasi Hidup dengan Malu,
(Jakarta, Nakhlah Pustaka,2008), hal. 11
[3] Azizah Hefni, Jika Tidah Malu, Berbuatlah Semaumu!, (Yogyakarta,DIVA
Press, 2015), hal.13
[4] Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, op.cit, hal. 15
[5] Amr Khaled, Op.Cit, hal. 169-170
[6] Muhammad Isma’il Al-Muqaddam, Op.Cit, hal.
20
[7] Ibid, hal. 31
[8] Amr Khaled,Op.cit, hal 188.
[9] Ibid., hal. 187
[10] Muhammad Ismail Al-Muqaddam, Op.Cit., hal. 34
[11] Amr Khaled,Op.cit, hal 187
[12] Azizah Hefni, Op.Cit., hal. 32
[13] Muhammad Ismail Al-Muqaddam, Op.Cit., hal. 135 -136
[14] Ibid., hal. 49
[15] Azizah Hefni, Op.Cit. Hal 48-49
[16] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 61
[17] Hr Abu daud.
[18] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il
Al-muqaddam) , hal 62
[19] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il
Al-muqaddam), hal 93
[20] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam), hal101
[21] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il
Al-muqaddam) , hal 102
[22] Wanita berkarir surga( felix siauw)
[23] Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 86
[24] Fiqih malu malu (Dr. Muhammad
isma’il Al-muqaddam) , hal 139
[25] Fiqih malu malu (Dr. Muhammad
isma’il Al-muqaddam) , hal 141
[26] Fiqih malu malu (Dr. Muhammad isma’il Al-muqaddam) , hal 58
[27]
Fiqih malu (Dr. Muhammad isma’il
Al-muqaddam) , hal 202
[28]
Hr . al-kahatib dalam tarikhnya vol.9
[29] Hr.Al-bukhari dan muslim)
[30] Buku pintar akhlak ( Dr. Amr Khalid ). Hr .
ibn majah { hadis no. 4054 }
Tidak ada komentar:
Posting Komentar